Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun berbicara selama pertemuan Majelis Umum PBB di markas besar PBB di New York City, New York, AS, 8 Juni 2022. Foto: Mike Segar/ Reuters.
Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun berbicara selama pertemuan Majelis Umum PBB di markas besar PBB di New York City, New York, AS, 8 Juni 2022. Foto: Mike Segar/ Reuters.

Sidang Mejelis Umum PBB Panas, China dan Rusia Tuduh AS Sebagai Biang Kerok Situasi Korea Utara



Berita Baru, New York – Sehubungan dengan meningkatnya peluncuran rudal balistik Korea Utara, di sidang PBB, China dan Rusia tuduh AS sebagai biang kerok situasi yang menegangkan di Korea Utara, serta dua negara itu mendorong sidang Majelis Umum PBB untuk mencabut permohonan sanksi yang diajukan AS untuk Korea Utara, Rabu (8/6).

Duta besar China untuk PBB, Zhang Jun mengatakan kepada Majelis Umum pada hari Rabu bahwa ketegangan di semenanjung telah “berkembang seperti sekarang ini, terutama karena kegagalan kebijakan AS”.

Zhang Jun juga mendorong Washington untuk mengambil tindakan dan mengajukan permohonan agar sanksi dicabut.

“Ada banyak hal yang bisa dilakukan AS, seperti melonggarkan sanksi terhadap [Korea Utara] di area tertentu, dan mengakhiri latihan militer bersama [dengan Korea Selatan]. Kuncinya adalah mengambil tindakan, bukan hanya berbicara tentang kesiapannya untuk berdialog tanpa prasyarat,” kata Zhang Jun, menurut laporan PBB.

Kemudian, Wakil duta besar Moskow untuk PBB, Anna Evstigneeva, juga menyerukan agar sanksi dicabut. Evstigneeva menambahkan bawha Korea Utara membutuhkan lebih banyak bantuan kemanusiaan dan Barat harus berhenti menyalahkan Korea Utara atas ketegangan tersebut.

Sesi Majelis Umum PBB pada hari Rabu itu terdiri dari 193 anggota Majelis Umum PBB. Sesi itu adalah adalah yang pertama di mana anggota tetap Dewan Keamanan PBB harus menjelaskan penggunaan hak veto mereka, sebuah langkah yang diperlukan berdasarkan resolusi yang diadopsi oleh PBB pada 26 April.

Pada bulan lalu, China dan Rusia juga melakukan veto serupa dalam sidang serupa yang membahas situasi di Korea Utara.

Veto China dan Rusia itu memecah suara Dewan Keamanan PBB untuk pertama kalinya sejak mulai menghukum Pyongyang dengan sanksi pada 2006.

Pada gilirannya, berbicara sebagai wakil dari untuk AS, Wakil Duta Besar Jeffrey DeLaurentis menolak tuduhan China dan Rusia tersebut.

DeLaurentis juga bahkan mempertanyakan apakah China dan Rusia lebih mementingkan meningkatkan kemitraan strategis “tanpa batas” mereka dibandingkan keamanan global dengan memveto sanksi Korea Utara.

“Kami berharap veto ini bukan cerminan dari kemitraan itu,” kata DeLaurentis, berbicara kepada majelis setelah China dan Rusia.

“Penjelasan mereka untuk menggunakan hak veto tidak cukup, tidak kredibel dan tidak meyakinkan. Hak veto tidak dikerahkan untuk melayani keselamatan dan keamanan kolektif kita,” imbuh DeLaurentis.

Dia menambahkan bahwa sanksi saat ini dan proposal untuk tindakan baru merupakan tanggapan langsung terhadap tindakan Korea Utara dan mengatakan AS berulang kali mencoba memulai kembali pembicaraan, mengirim pesan publik dan pribadi, tetapi belum menerima tanggapan.

Selama hak jawab pada hari Rabu, diplomat China Wu Jianjian mengatakan China dengan tegas menolak “komentar dan tuduhan lancang terhadap posisi pemungutan suara China”.

“Pemungutan suara China terhadap rancangan resolusi yang diajukan AS sepenuhnya masuk akal dan dibenarkan,” kata Wu Jianjian.

“Terus meningkatkan sanksi terhadap DPRK hanya akan membuat kemungkinan solusi politik semakin jauh,” katanya, merujuk pada Korea Utara dengan akronim dari nama resminya.

Korea Utara telah melakukan lusinan peluncuran rudal balistik tahun ini, termasuk rudal antarbenua yang umumnya dikenal sebagai ICBM, setelah melanggar moratorium uji coba yang diberlakukan sendiri pada 2018 setelah pemimpin Kim Jong Un pertama kali bertemu dengan Presiden AS saat itu Donald Trump.