Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

China Telecom
(Foto: Sputnik News)

Setelah Huawei, AS Memblokir China Telecom, Perang Dagang Berlanjut?



Berita Baru, Internasional – Sudah sejak tahun 2019 Presiden Trump memberikan kebijakan kepada produk teknologi China yang berada di Amerika Serikat. Ini dimulai dari raksasa teknologi China Huawei dimasukkan dalam daftar hitam pemerintah AS. Presiden Trump juga melakukan pembatasan-pembatasan kepada Huawe untuk mendapatkan komponen-komponen teknologi AS.

Lalu, di tengah pandemi virus korona, pada awal Maret kemarin Presiden Trump menandatangani undang-undang undang-undang yang mencegah dana pemerintah AS digunakan untuk membeli peralatan dari raksasa teknologi China. Ini menyusul kabar bahwa banyak dari negara bagian di AS melakukan pembelian drone dari China sebagai alat untuk membantu kepolisian dalam menahan karantina wilayah.

Alasan utama Presiden Trump melakukan ini adalah karena ia merasa (baca:curiga) bahwa Huawei dan perusahaan teknologi lainnya “mengancam keamanan nasional Amerika Serikat.”

Huawei tak tinggal diam dengan sikap AS, pihaknya mengatakan bahwa Beijing tidak akan tinggal diam jika Huawei diperlakukan demikian.

Setelah melakukan black list dan pembatasan terhadap Huawei, AS melakukan hal serupa kepada China Telecom. Berbeda dengan Huawei yang dimiliki oleh swasta, China Telecom adalah anak perusahaan dari perusahaan telekomunikasi milik negara Republik Rakyat Cina (RRC) yang beroperasi di AS.

Pada hari ini, (Jumat 10 April 2020), menurut Departemen Kehakiman AS, pemerintahan Presiden AS Donald Trump telah merekomendasikan bahwa Federal Communications Commission (FCC) atau Komisi Komunikasi Federal mencabut otorisasi China Telecom untuk menyediakan layanan ke dan dari AS.

Sebagaimana dinyatakan dalam konferensi pers Departemen Kehakiman AS, “Hari ini, badan-badan Cabang Eksekutif yang sudah menetapkan dengan suara bulat merekomendasikan bahwa Federal Communications Commission (FCC) mencabut dan mengakhiri otorisasi perusahaan China Telecom untuk menyediakan layanan telekomunikasi internasional dari dan ke Amerika Serikat.”

Alasan badan-badan cabang eksekutif tersebut senada dengan alasan Presiden Trump. Mereka mengatakan bahwa “sifat dari operasi China Telecom” di Amerika Serikat berpotensi memungkinkan pihak Cina “untuk terlibat dalam aktivitas dunia maya berbahaya yang memungkinkan spionase dan gangguan ekonomi serta kesalahan komunikasi AS.”

Jika rekomendasi ini disetujui, ini bisa berarti bahwa pelanggan seluler dan internet dari China Telecom tidak lagi terhubung dengan atau melalui Amerika Serikat.

Percekcokan AS-Huawei

Pada 23 Maret, Trump menandatangani undang-undang Secure 5G and Beyond Act of 2020. Undang-undang tersebut merupakan undang-undang yang menyerukan kepada pemerintahan AS agar menggelar strategi untuk implementasi 5G di seluruh negeri. Undang-undang ini, dengan demikian, mengamanatkan bahwa Presiden Trump berencana untuk mengembangkan teknologi 5G dan “memberikan bantuan teknis” kepada sekutu keamanan AS, mitra strategis AS dan negara-negara lain yang dianggap menarik.

Sebelum itu, Pemerintahan Presiden Trump memboikot Huawei dan menyerukan pemerintahannya untuk tidak menggunakan dan membeli peralatan dari Huawei. Sebagai penyedia peralatan telekomunikasi terbesar di dunia dan pemimpin dalam teknologi 5G baru, Huawei tidak terima, terutama terkait larangan untuk mendapatkan suplai Chip Taiwan Semiconductor Manufacturing Co (TSMC). Eric Xu, selaku Ketua Huawei bahwkan mengatakan pada CNBC tanggal 1 April 2020 , “Saya percaya akan ada tindakan balasan” terhadap AS.

Namun demikian, menurut Laporan Tahunan Huawei 2019, meskipun AS berusaha untuk memboikot produk-produk Huawei yang dianggap membahayakan negara AS, pendapatan Huawei meningkat 19,1 persen year-on-year (YoY).

“Meskipun ada tekanan dari luar yang luar biasa, tim kami terus maju dengan fokus tunggal untuk menciptakan nilai bagi pelanggan kami. Kami bekerja keras untuk mendapatkan rasa hormat dan kepercayaan mereka, serta para mitra kami di seluruh dunia,” ujar Eric Xu.

Jika perseteruan antara AS dan Huawei ini berlanjut, besar kemungkinan akan terjadi perang dagang dalam skala besar. Dan jika itu terjadi, yang menjadi masalah adalah efek gelombang riak yang ditimbulkan, terutama bagi negara-negara berkembang.


SumberSputnik News