Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Kebijakan Kesehatan
Menteri Kesehatan RI Nila F Moeloek (KemenkesRI/Twitter)

Sesuai Visi Presiden, Stunting Jadi Fokus Kebijakan Kesehatan 2020-2024



Beritabaru.co, Jakarta – Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nila Moeloek menegaskan bahwa arah kebijakan kesehatan yang sedang mereka rumuskan dalam dokumen Rencana Strategis (Renstra) sepenuhnya mengacu pada visi-misi Presiden Joko Widodo. Dimana, salah satu fokusnya adalah tidak ad lagi stunting.

Menurutnya, Indonesia sebagai negara subur harusnya tidak ada masalah stunting. Ia juga mengutip kebijakan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) yang membatasi masalah stunting di setiap negara, provinsi, dan kabupaten sebesar 20 persen. Sementara di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, penurunan masalah stunting baru mencapai 30,8 persen dari sebelumnya 37,2 persen.

Menkes Nila menambahkan, berdasarkan Human Capital Index (HCI) tidak adanya stunting menjadi salah satu syarat tercapainya pembangunan kesehatan sampai pada usia lanjut usia (Lansia).

“Dalam Human Capital Index bila ingin pembangunan kesehatan sampai Lansia harus tidak ada kasus stunting”. Katanya di Bogor, Minggu (28/7).

Penanganan kasus stunting, lanjut dia, menjadi tugas bersama. Kementerian Kesehatan akan bekerja dengan unit-unit yang menjadi satu kesatuan dalam menyelesaikan masalah kesehatan terutama stunting.

Stunting sangat berkaitan dengan perilaku masyarakat dan pola asuh. Kasus stunting seniri artinya ada gangguan pertumbuhan fisik dan pertumbuhan otak pada anak. Anak stunting dapat terjadi dalam 1000 hari pertama kelahiran dan dipengaruhi banyak faktor, di antaranya sosial ekonomi, asupan makanan, infeksi, status gizi ibu, penyakit menular, kekurangan mikronutrien, dan lingkungan.

“Tugas pemerintah adalah mengubah perilaku masyarakat dan pola asuh menjadi lebih baik, memberi ASI yang baik, melaksanakn Germas, dan menerapkan pola hidup sehat”. Tegas Menkes.

Ia menambahkan, bahwa untuk menjamin perilaku tersebut dilaksanakan harus ada intervensi langsung kepada masyarakat. Hal itu dapat dilakukan di antaranya melalui penguatan fasilitas layanan kesehatan (Fasyankes) dan SDM kesehatan. [Priyo Atmojo/Siaran Pers]