Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Perppu Cipta Kerja
Ilustrasi : Istimewa

Serikat Pekerja: Pemerintah Paksa Pemberlakuan UU Cipta Kerja melalui Perppu



Berita Baru, Jakarta – Kebijakan pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menuai kecaman dari berbagai pihak.

Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) menilai, rakyat Indonesia saat ini lebih butuh Perppu Pembatalan Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja.

Presiden ASPEK Indonesia, Mirah Sumirat mengatakan bila ingin memenuhi rasa keadilan masyarakat dan memberikan kepastian hukum sesuai Putusan MK, seharusnya pemerintah menerbitkan Perppu untuk membatalkan UU Cipta Kerja.

“Mengembalikan berlakunya seluruh Undang Undang yang terdampak Omnibus Law. Termasuk kembali memberlakukan Undang Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan beserta seluruh peraturan turunannya,” kata Mirah dalam rilis yang diterima, Sabtu (31/12/2022).

Selain itu, dia juga berpendapat, Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja khususnya kluster Ketenagakerjaan bisa berdampak buruk karena membuat pekerja Indonesia semakin miskin.

“Hal ini karena Undang Undang Cipta Kerja telah menghilangkan jaminan kepastian kerja, jaminan kepastian upah dan juga jaminan sosial bagi pekerja Indonesia,” jelasnya.

ASPEK Indonesia menuntut pemerintah untuk menerbitkan Perppu Pembatalan Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja demi menjamin hak kesejahteraan rakyat Indonesia dan untuk memberikan keadilan dan kepastian hukum.

“Jangan karena Pemerintah dan DPR gagal memenuhi Putusan Mahkamah Konstitusi untuk melakukan perbaikan dalam dua tahun, kemudian justru memaksakan pemberlakuan Undang Undang Cipta Kerja melalui Perppu,” terang Mirah.

Berikut poin-poin yang ditolak terbut antara lain:

  • Sistem kerja outsourcing yang diperluas tanpa pembatasan jenis pekerjaan.
  • Sistem kerja kontrak yang dapat dilakukan seumur hidup, tanpa kepastian status menjadi pekerja tetap.
  • Sistem upah murah, yang menetapkan upah minimum hanya berdasarkan inflasi atau pertumbuhan ekonomi, tanpa memperhitungkan kebutuhan hidup layak rakyat Indonesia.
  • Hilangnya ketentuan upah minimum sektoral provinsi dan kota/kabupaten.
  • Kemudahan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh perusahaan. Termasuk hilangnya ketentuan PHK harus melalui Penetapan Pengadilan.
  • Berkurangnya kompensasi pemutusan hubungan kerja (PHK) pesangon dan penghargaan masa kerja.
  • Kemudahan masuknya tenaga kerja asing (TKA), bahkan untuk semua jenis pekerjaan yang sesungguhnya bisa dikerjakan oleh pekerja Indonesia, serta hilangnya kewajiban mampu berbahasa Indonesia bagi TKA.