Serangan Brutal di Afghanistan Perlihatkan Bukti Kecacatan Pakta Perjanjian Damai AS-Taliban
Berita Baru, Internasional – Dua serangan brutal yang terjadi di Afghanistan minggu ini telah membuktikan kelemahan dan kecacatan pakta penarikan pasukan AS-Taliban pada 29 Februari.
Tidak ada satu pun di dalam pakta tersebut yang mewajibkan Taliban untuk mencegah tindakan pembantaian, sementara pemerintah Afghanistan akan memiliki kekuatan jika pasukan AS menarik diri. Dilansir dari Reuters, Sabtu (16/5).
Pakta tersebut pada akhirnya hanya dimaksudkan untuk mempromosikan perdamaian antara pemerintah Afghanistan dan Taliban, yang membantah melakukan serangan Kabul. Serangan oleh tiga pria bersenjata yang menyamar sebagai polisi yang menewaskan 24 orang, termasuk dua bayi di bangsal, serta bom bunuh diri di timur Afghanistan yang menewaskan 32 orang.
Ketentuan utama dari perjanjian 29 Februari yang melibatkan komitmen AS yaitu menarik pasukan militernya dari Afghanistan menjadi 8.600 pada pertengahan Juli dan nol pada Mei 2021.
Sebagai imbalannya, Taliban berjanji, antara lain, melindungi AS dari berbagai ancaman individu atau kelompok lain (termasuk Al Qaeda) dan jaminan bahwa tanah Afghanistan tidak boleh dipakai siapa pun untuk menyerang keamanan AS dan sekutunya.
Secara teknis dan formal, Afghanistan bukanlah sekutu Amerika Serikat karena mereka tidak memiliki perjanjian pertahanan bersama. Dan perjanjian itu tidak mengatakan apa-apa tentang serangan terhadap warga sipil Afghanistan seperti dua serangan yang terjadi pada hari Selasa (12/5).
“Tidak ada dalam perjanjian damai kami dengan Taliban yang akan mencegah mereka membunuh warga Afghanistan,” Perwakilan Demokrat AS A. Tom Malinowski, mantan pejabat tinggi Departemen Luar Negeri untuk hak asasi manusia, mengatakan kepada Reuters.
“Dan tentu saja saat kita keluar, tidak ada pencegahan praktis juga,” tambahnya.
Perwakilan Khusus AS Zalmay Khalilzad mengatakan bahwa akan lebih baik jika kedua belah pihak memulai pembicaraan dalam upaya untuk memerangi serangan dan pembantaian semacam itu sementara pasukan AS masih ada di sana.
“Perjanjian itu tidak secara spesifik (menyerukan) agar mereka tidak menyerang pasukan Afghanistan,” kata Khalilzad kepada wartawan, Jumat (15/5). Namun dia mengatakan bahwa Taliban telah berkomitmen untuk mengurangi kekerasan dan bahwa gencatan senjata akan menjadi topik pertama dalam negosiasi intra-Afghanistan.
“Kami mengatakan bahwa mereka melanggar roh, jika bukan surat itu,” katanya.
Menurut data yang ditinjau oleh Reuters, Taliban tidak lagi melakukan penyerangan terhadap AS dan pasukan koalisi, tetapi justru melakukan lebih dari 4.500 serangan di Afghanistan. Sebuah angka kekerasan yang tinggi selama 45 hari sejak ditandatanganinya perjanjian.