Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Resistensi Puisi
Dareen Tatour

Semiotika Resistensi Puisi Dareen Tatour



Semua bentuk karya sastra pada dasarnya besar perhatiannya terhadap fenomena sosial. Karya-karya sastra tersebut, terus-menerus akan merekam kejadian-kejadian yang ada di masyarakat dengan gayanya yang unik dari masing-masing perspektif.

Seperti halnya karya sastra berbentuk puisi karya Dareen Tatour. Puisi yang bertema resistensi tersebut, membuatnya harus mendekam di dalam penjara Israel. Pasti bisa ditebak, jiwa puisinya dapat menggerakkan perlawanan Pelestina terhadap Israel. Kenapa sebuah puisi bisa mengggerakkan sebuah resistensi?

Dengan ke-khas-an etimologis nya, sebuah puisi mempunyai makna penciptaan. Bahasa Inggris-pun, memberikan padanan kata puisi ini dengan poetry yang erat dengan poet dan poem. Mengenai kata poet, kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta.

Kebesaran puisi tak luput dari Yunani, poet telah membuktikan artinya sebagai orang yang mencipta melalui imajinasinya. Yunani mendapuk penyair hampir menyerupai dewa-dewa, penyair yang seorang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang suci dan berpenglihatan tajam, lembut. Mereka juga sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.

Pun begitu, Dareen Tatour telah menunjukkan “kedewaan”-nya melalu urat resistensi, sebuah sikap untuk berperilaku bertahan, berusaha melawan, menentang atau upaya oposisi . Resistensi yang mampu meporak-porandakan apapun yang disasar.

Resistensi adalah adanya “perlawanan” (baik diam-diam atau terang-terangan) terhadap suatu kebijakan yang dirilis atau diterbitkan suatu pihak. Dengan demikian, puisi resistensi adalah sebuah karya sastra yang dirancang untuk membebaskan masyarakat dari penindasnya dengan cara mengkritik, menentang, dan melawan sebagai cara untuk menciptakan keadilan.

Semiotika puisi perlawanan Dareen Tatour jelas menggambarkan fenomena sosial masyarakat di tanah pendudukan Israel. Semiotika puisi perlawanannya memiliki modus wacanayang sarat makna. Dengan semiotika yang tajam, puisinya tak perlu banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan sistem norma bahasa yang umum dengan tujuan untuk mendapatkan efek puitis. Cukup dengan menggambarkan keadaan riil, akan mempertajam makna resistensinya.

Puisi resistensi Dareen Tatour tidaklah sarat imajinatif. Sedikit sekali konotatif dan makna kias ataupun makna lambang (majas). Ini dapat Andas lihat pada frasa kalimat “ Resist, my people, resist them”. Frasa tersebut lebih layak disebut sebagai bahasa perlawanan lapangan. Frasa yang sering dipakai orator resistensi.

Cerminan semiotika tajamnya, dapat dilihat pada frasa kata “In Jerusalem, I dressed my wounds and breathed my sorrows”. Jerusalem, adalah proper name atau kata benda nama diri yang memperkuat sebuah semiotika puisi. Pembaca akan di bawah ke kota tua yang disucikan tiga agama tersebut. Artinya, Dareen Tatour membawa Anda ke sebuah lingkungan sosial masyarakat yang nyata.

Tidak ada konotatif bagi kata “Jerusalem”. puisi lebih bersifat konotatif. Ia tidak memiliki banyak kemungkinan makna. Hal ini disebabkan terjadinya pengonsentrasian atau pemadatan semiotika pada segenap kekuatan bahasa pada puisi tersebut.

Semiotika dalam seni sastra sebagai salah satu alat ukur kultur budaya dalam konteks pengenalan budaya suatu bangsa. Melalui semiotika pada karya sastra, memungkinkan kita sebagai pembaca, melakukan penelitian untuk mengetahui tingkat kehidupan masyarakat pada saat karya sastra tersebut diciptakan. Semiotika karya sastra pada hakekatnya berisikan hasil adaptasi seorang pengarang terhadap kehidupan lingkungan masyarakat.

Frasa kalimat lainnya yang menunjukkan semiotika yang kuat adalah “So Ali called from his grave:Resist, my rebellious people”.

Semiotika kata “Ali” adalah Ali Dawabsheh, bayi 18 bulan yang gugur pada 31 Juli 2015. Bayi Ali meninggal setelah pemukim ilegal Zionis Israel membakarnya hidup-hidup. Dareen Tatour berhasil menajamkan semiotika puisinya lewat kejadian nyata di lingkungan yang benar-benar ia kenal dan pahami.

Puisi yang dipandang sebagai ungkapan interaksi dunia dalam seseorang dengan dunia luar, telah mengantarkan Dareen Tatour untuk membuka ruang sunyi disebuah sudut yang tidak diperhatikan orang lain. Dari situ ia dapat memandang hal-hal dari sudut yang lain pula, sudut pandang yang tidak dilihat orang kebanyakan.

Ketepatan diksi yang dihubungkan dengan kejadian sosial saat itu yang penuh dengan ketidakadilan membuatnya sungguh dramatis. Kehendak berjuang Dareen Taour lewat puisi resistensi, dinyatakan dalam sebuah ajakan dan seruan yang memberanikan diri pada kelas pendudukan Israel. Semiotika puisinya bertujuan untuk menghapuskan penindasan, penghisapan, serta mewujudkan perdamaian dan sosialisme. Walaupun harus dibayar mahal, resiko penderitaan dan penjara.

Inilah puisinya:

Resist, My People, Resist Them

Resist, my people, resist them.
In Jerusalem, I dressed my wounds and breathed my sorrows
And carried the soul in my palm
For an Arab Palestine.

I will not succumb to the “peaceful solution,”
Never lower my flags
Until I evict them from my land.

I cast them aside for a coming time.
Resist, my people, resist them.
Resist the settler’s robbery
And follow the caravan of martyrs.

Shred the disgraceful constitution
Which imposed degradation and humiliation
And deterred us from restoring justice.

They burned blameless children;
As for Hadil, they sniped her in public,
Killed her in broad daylight.
Resist, my people, resist them.
Resist the colonialist’s onslaught.

Pay no mind to his agents among us
Who chain us with the peaceful illusion.
Do not fear doubtful tongues;
The truth in your heart is stronger,
As long as you resist in a land
That has lived through raids and victory.

So Ali called from his grave:
Resist, my rebellious people.
Write me as prose on the agarwood;
My remains have you as a response.
Resist, my people, resist them.
Resist, my people, resist them.
(*)