Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Sawit Bukan Tanaman Hutan
Foto: Istimewa

Sawit Bukan Tanaman Hutan



Berita Baru, Jakarta – Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari (Dirjen PHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Agus Justianto kembali menegaskan bahwa sawit bukan tanaman hutan.

Menurut Agus keputusan itu berdasarkan pada berbagai peraturan pemerintah, analisis historis dan kajian akademik berlapis. Sampai saat ini pemerintah belum memiliki wacana untuk merevisi berbagai aturan yang ada.

”Dari berbagai peraturan, nilai historis, kajian akademik, wacana umum dan praktik, sawit jelas bukan termasuk tanaman hutan dan pemerintah belum ada rencana untuk merevisi berbagai peraturan tersebut,” kata Agus sebagaimana dikutip dari laman ppid.menlhk.go.id, Senin (7/2).

Bahkan menurutnya, dalam Permen LHK P.23/2021, Sawit juga tidak masuk sebagai tanaman rehabilitasi hutan dan lahan (RHL).

Lebih lanjut Agus menyebut, pemerintah saat ini lebih fokus menyelesaikan berbagai persoalan yang telah terjadi sejak beberapa dekade lalu, yang mengakibatkan masifnya ekspansif penanaman sawit di dalam kawasan hutan yang non prosedural dan tidak sah.

Agus melihat, praktik kebun sawit yang ekspansif, monoculture, dan non prosedural di dalam kawasan hutan, telah menimbulkan beragam masalah hukum, ekologis, hidrologis dan sosial yang harus diselesaikan. 

”Mengingat hutan memiliki fungsi ekologis yang tidak tergantikan, dan kebun sawit telah mendapatkan ruang tumbuhnya sendiri, maka saat ini belum menjadi pilihan untuk memasukkan sawit sebagai jenis tanaman hutan ataupun untuk kegiatan rehabilitasi,” ungkap Agus.

Sementara terkait infiltrasi sawit yang tidak sah atau keterlanjuran sawit dalam Kawasan Hutan, kata Agus, penyelesaiannya akan dilakukan dengan memenuhi unsur-unsur keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan.

“Sehingga penegakan hukum yang dilakukan dapat memberikan dampak yang terbaik bagi masyarakat serta bagi hutan itu sendiri,” terangnya.

Salah satunya langkahnya melalui regulasi jangka benah sebagai upaya memulihkan fungsi kebun sawit rakyat monokultur menjadi kebun sawit campur dengan teknik agroforestry tertentu disertai dengan komitmen kelembagaan dengan para pihak. 

“Kebijakan turunan dari UUCK, yaitu Permen LHK Nomor 8 dan 9 Tahun 2021 telah memuat regulasi terkait jangka benah, yaitu kegiatan menanam tanaman pohon kehutanan di sela tanaman kelapa sawit,” tuturnya.

Adapun jenis tanaman pokok kehutanan untuk Hutan Lindung dan Hutan Konservasi harus berupa pohon penghasil Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dan dapat berupa pohon berkayu dan tidak boleh ditebang. 

Agus menjelaskna, dalam peraturan ini diberlakukan larangan menanam sawit baru dan setelah selesai satu daur, maka lahan tersebut wajib kembali diserahkan kepada negara.

“Untuk kebun sawit yang berada dalam kawasan hutan Hutan Produksi diatur diperbolehkan satu daur selama 25 tahun,” katanya.

“Sedangkan yang berada di Hutan Lindung atau Hutan Konservasi hanya dibolehkan 1 daur selama 15 tahun sejak masa tanam dan akan dibongkar kemudian ditanami pohon setelah jangka benah berakhir,” imbuhnya.

Jangka benah, menurut Agus, wajib dilakukan sesuai tata kelola Perhutanan Sosial, penanaman tanaman melalui teknik agroforestri yang disesuaikan dengan kondisi biofisik dan kondisi sosial, menerapkan sistem silvikultur atau teknik budidaya, tanpa melakukan peremajaan tanaman kelapa sawit selama masa jangka benah. 

”Pendekatan ultimum remedium diambil sebagai tindakan jalan tengah yang adil dan baik bagi semua pihak, termasuk untuk kelestarian hutan. UUCK juga telah memperjelas bahwa sawit bukan tanaman hutan karena ada proses menghutankan Kembali melalui jangka benah,” terang Agus.

Dengan begitu maka UUCK telah memposisikan secara jelas bahwa sawit tetap tergolong tanaman perkebunan. Ruang tanam sawit secara sah sudah ada ruang mekanismenya dan sudah terang benderang pula pengaturannya.

“Saat ini yang terpenting adalah bagaimana pelaksanaan PP24/2021 dapat kita kawal bersama agar efektif  implementasinya, sehingga hutan bisa lestari dan rakyat tetap sejahtera” tutup Agus.