SARBUMUSI Kecam Perbudakan Modern 18 ABK di Kapal Tuna Berbendera RRC
Berita Baru, Jakarta – 18 ABK Warga Negara Indonesia (WNI) menjadi korban human trafficking atau tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di atas Kapal Tuna bernama Longxin 629 dan Long Xing 604 berbendera Republik Rakyat China milik Perusahaan Dalian Ocean Fishing Co., Ltd. Dalam tragedi kemanusiaan itu, ada empat ABK meninggal dunia dan tiga diantaranya jasadnya di larung ke laut lepas.
Kedelapan belas ABK merupakan anggota Sarikat Pekerja Perikanan Indonesia (SPPI) dan berafiliasi dengan Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (K-SARBUMUSI), organisasi sayap buruh dari Nahdlatul Ulama (NU).
Dari press relese yang diterima tim beritabaru.co, K-SARBUMUSI dengan tegas menyikapi dan mengutuk kejadian tersebut sebagai tragedy kemanusiaan, karena sudah nyata sebagai pelanggaran terhadap hak-hak buruh.
“Meminta Pemerintah China mengusut dan mengadili seluruh pihak yang terlibat dalam tragedi kemanusiaan terhadap 18 ABK tersebut, dan bisa memastikan bahwa kejadian serupa tidak akan terulang kembali,” tulis K-SARBUMUSI.
Selain itu, organisasi perjuangan buruh NU juga meminta Pemerintah China melalui Keduataan Besar China di Indonesia dapat memberikan informasi secara transparan dan akuntable mengenai proses peradilan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam human trafficking itu.
“Menuntut Pemerintah China, pemilik kapal dan perusahaan Dalian Ocean Fishing Co., Ltd. yang mempekerjakan 18 ABK meminta maaf kepada keluarga ABK dan seluruh rakyat Indonesia secara terbuka. Dan meminta pemilik kapal dan perusahaan Dalian Ocean Fishing Co., Ltd. yang mempekerjakan 18 ABK mengembalikan hak-hak para pekerja termasuk santunan terhadap ABK yang meninggal melalui para ahli warisnya,” tegasnya.
K-SARBUMUSI juga menuntut Pemerintah Indonesia, diantaranya Kementerian Luar Negeri, BP2MI, Kementerian Ketenagakerjaan dan pihak terkait lainnya untuk mengusut tuntas. Terkhusus untuk Kementrian Luar Negeri supaya melakukan protes keras kepada pemerintah China dan menuntut perusahaan serta pemilik kapal Longxing 629 dan Long Xing 604 memenuhi hak-hak ABK Indonesia.
“Meminta Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Luar Negeri, BP2MI, Kementerian Ketenagakerjaan dan pihak terkait lainnya untuk memberikan perlindungan maksimal kepada ke-14 ABK selama masa karantina hingga proses pemulangan ke Tanah Air. Dan memperkuat perlindungan kepada ABK dan pekerja rentan lainnya. Untuk itu K-SARBUMUSI meminta agar pemerintah segera Konvensi ILO No. 188 mengenai Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan (Work in Fishing),” tuntut K-SARBUMUSI.
K-Sarbumusi juga meminta Pemerintah Indonesia untuk bersikap tegas dan bersungguh-sungguh dalam menangani kasus terbut karena Seluruh ABK yang mengalami tragedi kemanusiaan itu adalah tenaga kerja berdokumen dan dilindungi oleh hukum internasional. Sehingga pemberian perlindungan terhadap TKI di Luar Negeri tidak hanya terkesan lembut, sebagaimana kesan yang selalu diberikan terhadap TKA China yang masuk ke Indonesia.
“Meminta dukungan seluruh rakyat Indonesia utamanya warga Nahdlatul Ulama untuk sama-sama mendoakan semoga tragedy serupa tidak akan Kembali menimpa Tenaga Kerja Indonesia serta mereka yang meninggal dalam tragedy tersebut mendapatkan tempat yang terbaik disisi Allah SWT,” tutupnya dalam press release.
Adapun kronoligi yang menimpa 18 ABK seperti yang ditururkan Ketua Umum Federasi Sarikat Pekerja Perikanan Indonesia (SPPI) SARBUMUSI, Illyas Pangestu, sebagai berikut:
Pada 14 Februari 2019, kapal tuna bernama Longxing 629, berbendera Republik Rakyat China dan milik perusahaan Dalian Ocean Fishing Co., Ltd. di China, berangkat dari Busan, Korea Selatan. Kapal tersebut berlayar menuju laut lepas.
Setelah 15 hari berada di laut lepas di sekitar Samoa, kapal ini mulai menangkap ikan tuna. Kapal tersebut menangkap ikan selama 8 bulan dan berhenti menangkap ikan tuna setelahnya.
Di tanggal 22 Desember 2019 pagi, seorang ABK dengan inisial (S) meninggal dunia. Kapten kapal lantas dikabarkan melarung jenazah (S) ke laut pada sore di hari yang sama.
Selanjutnya pada tanggal 27 Desember 2019, ada seorang ABK lain yang sakit. ABK tersebut kemudian dipindahkan ke kapal lain yakni Longxing 802, kapal tersebut sedang perjalanan menuju pelabuhan terdekat di Samoa.
Setelah 8 jam berada di di Longxing 802, ABK yang berinisial (Al) itu meninggal dunia dan jenazahnya juga dilarung ke laut. Akibat kejadian tersebut, para ABK kapal Longxing 802 panik dan minta dipulangkan. Kapal akhirnya memutuskan untuk berlayar ke Busan.
Ternyata di tengah jalan, pada tanggal 29 Maret 2020, para ABK dipindahkan ke kapal lain bernama Tian Yu 8. Kapal tersebut juga berencana berlabuh ke Busan. Pemindahan ini diduga untuk menghindari kemungkinan Kapal Longxing ditolak berlabuh karena adanya insiden kematian.
Pada tanggal yang sama, 29 Maret 2020 Kapal Tian Yu 8 mendekati perairan Jepang. Di kapal itu ada ABK berinisial (AR) meninggal dunia dan jenazahnya juga dilarung ke laut.
Dan pada tanggal 24 April 2020, Kapal akhirnya tiba di Busan. Melalui Tugboat, seluruh ABK termasuk para WNI dibawa ke kantor imigrasi setempat dan dikarantina di sebuah hotel karena ada pandemi corona.
Berdasarkan penuturan Ilyas, ada satu ABK lagi atas berinisial (EF) meninggal dunia di rumah sakit (27/04/2020). Jadi, Total ABK WNI yang meninggal saat bertugas tersebut berjumlah 4 orang.