Sandra Moniaga: Jangan Pernah Lupakan Perjuangan Perempuan
Berita Baru, Jakarta – Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Sandra Moniaga menegaskan, siapa pun penting untuk selalu mengingat perjuangan perempuan di Indonesia.
Kenyataan bahwa peran dan perjuangan perempuan sangat jarang ditulis dan dibicarakan merupakan alasan mengapa Sandra mengatakan demikian.
Hal ini Sandra sampaikan dalam Festival Ibu Bumi memperingati International Women’s Day 2022 pada Senin (14/3), yang ditayangkan secara langsung melalui kanal Youtube Beritabaruco dan Aksi SETAPAK.
Sandra memberi contoh tentang perjuangan perempuan di Sumatera Utara dalam merebut kembali tanah mereka dari PT Indorayon.
Ia mengisahkan, yang menyerahkan tanah tersebut pada PT Indorayon adalah pihak laki-laki melalui manipulasi adat.
Para ibu di wilayah tersebut yang Sandra sebut sebagai Ibu-Ibu Sugapa—di bawah pimpinan Ibu Naisinta—tidak terima mendapati tanahnya diserahkan begitu saja pada perusahaan.
“Akhirnya, mereka harus berjuang merebut tanahnya kembali dan pihak yang mereka lawan, sayangnya adalah aparat kepolisian dan para petugas perusahaan,” jelas Sandra dalam webinar yang dipandu oleh Diah Mardhotillah.
Untuk merebut kembali haknya tersebut, bahkan mereka sampai telanjang dada. Meski demikian, mereka berhasil merebut kembali tanahnya dan hingga hari ini kendali kelola berada di tangan mereka sendiri.
Perjuangan tersebut yang berlangsung pada tahun 1980an, lanjut Sandra, berhasil menginspirasi banyak kelompok perempuan di wilayah lain di Indonesia.
“Banyak pergerakan dan perjuangan perempuan lain lahir dari kisah ibu-ibu Sugapa tersebut di Sumut. Intinya, hal seperti ini kita tidak boleh melupakannya, mengetahui mereka jarang sekali ditulis dan dibicarakan,” ungkap Sandra.
Standar Norma dan Pengaturan
Dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh The Asia Foundation (TAF), Gender Focal Point (GFP), dan Beritabaru.co ini, Sandra juga menyampaikan tentang program prioritas Komnas HAM terkait perempuan.
Sejak 2018, Komnas HAM memiliki produk yang disebut Standar Norma dan Pengaturan (SNP).
Produk ini, kata Sandra, didukung oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan karena beberapa hal menjadi prioritas nasional.
“Ada 8 hal dalam SNP, yakni penghapusan diskriminasi ras dan etnis, kebebasan berorganisasi dan berkumpul, kebebasan beragama dan berkeyakinan, tentang pembela HAM, hak atas kesehatan, tentang tanah dan SDA, dan sebagainya,” papar Sandra.
Sandra menegaskan, SNP adalah produk Komnas HAM yang telah melewati dinamika dan proses penyusunan.
Hal itu mencakup pembentukan tim penyusun, rangkaian diskusi intensif dan penyusunan draft 0, penyusunan draft 1, konsultasi publik daerah dan nasional, revisi naskah pascakonsultasi publik oleh tim Komnas dan penulis, review dan penyelarasan akhir, pemaparan pada pimpinan, dan finalisasi laporan.
Dalam webinar yang dihadiri oleh Direktur Jenderal Konservasi dan Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ini, Sandra memilih untuk memaparkan satu bagian dari delapan (8) kandungan SNP di muka, yakni tanah dan Sumber Daya Alam (SDA).
“Kali ini saya akan memaparkan bagian tanah dan SDA. Di sini kami menggunakan istilah tanah dan SDA dan bukan agraria karena istilah yang digunakan secara internasional adalah tanah dan SDA, sedangkan agraria hanya untuk konteks Indonesia,” ungkap Sandra.