Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Karhutla Riau
Peserta FGD FITRA Riau dan PUSaKO Fakultas Hukum – Universitas Andalas Padang, Selasa (6/8) – foto Ist

Salah Kelola Anggaran Karhutla, Riau Kembali Terbakar



Beritabaru.co, Pekanbaru – Dalam dua pekan terakhir, Provinsi Riau kembali diselimuti asap akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).

Hal itu mendapat perhatian khusus oleh FITRA Riau dan para peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum – Universitas Andalas Padang.

Dua lembaga terkemuka tersebut mengupas biang persoalannya dalam diskusi terfokus bertajuk “Alienasi Kebijakan Anggaran Provinsi Riau dalam Pencegahan kebakaran hutan dan lahan tahun 2017-2019”, di Pekanbaru pada Selasa (6/8).

Peneliti Pusako FH Unand, Muhammad Ichsan Kabullah memantik diskusi dengan beberapa pernyataan. Ia menilai bahwa masalah asap di Riau seharusnya dijadikan isu prioritas, sehingga harus diikuti dengan kebijakan pencegahan yang tepat.

Berulangnya kejadian bencana tahunan tersebut bisa jadi disebabkan oleh lemahnya perencanaan pencegahan, ketidaktepatan pelaksanaan, atau bahkan lemahnya komitmen pengambil kebijakan.

Dalam konteks kebijakan anggaran, Ichsan juga menilai bahwa penggunaan anggaran Karhutla di Riau tidak efektif.

“Kebijakan anggaran dalam mendukung program pencegahan kebakaran hutan dalam APBD Provinsi Riau justru tidak menunjukan Hasil yang maksimal”. Ucap Ichsan memberikan kesimpulan.

Deputi Koordinator FITRA Riau, Tarmidzi menambahkan bahwa daerah dengan tingkat kebakaran tertinggi saat ini adalah Indragiri Hilir dan Kepulauan Meranti.

Sebenarnya, lanjut dia, perangkat kebijakan regulasi pengendalian Karhutla ini sudah lengkap, namun kualitas pelaksanaannya masih buruk.

Dalam pemaparannya, Tarmidzi menyebut PP No. 60/2009 perubahan PP No. 45/2004, Inpres No. 11/2015, Pergub Riau No. 61/2015 dan Pergub Riau No. 5/2015. Dua peraturan Gubernur Riau tersebut masing-masing mengatur prosedur tetap, dan rencana aksi daerah pengendalian Karhutla.

Kebijakan anggaran Karhutla, lanjut Tarmidzi, tahun 2017 adalah yang terbesar yaitu mencapai Rp29,3 miliar. Kemudian turun menjadi Rp9,8 miliar, dan pada tahun 2019 meningkat sedikit menjadi Rp12,2 miliar.

“Berdasarkan analisis pada dokumen RKA OPD terkait, anggaran Karhutla 2019 digunakan untuk pencegahan sebesar 76,5 persen dan untuk penanggulangan 23,5 persen”. Urainya.

Koordinator FITRA Riau, Triono Hadi menjelaskan bahwa tingginya anggaran Karhutla tahun 2017 merupakan respon atas kejadian Karhutla besar tahun 2015 di Riau.

Pemda Provinsi lebih banyak membelanjakan uangnya untuk membeli peralatan, bahkan sejak tahun anggaran 2016.

Setelah belanja peralatan dilakukan selama dua tahun, lanjut Triono, rupanya OPD terkait kebingungan menyusun agenda kegiatan pencegahan. Akibatnya alokasi tahun 2018 dan 2019 berkurang sangat banyak.

“OPD terkait miskin imajinasi dan inisiatif terkait kegiatan pencegahan Karhutla. Mereka hanya terlatih belanja pengadaan alat”. Sindir Triono.

Padahal menurutnya kegiatan pencegahan itu banyak sekali pilihan, berdurasi panjang dan juga akan menyerap anggaran sangat besar.

Apalagi, masih kata Triono, kegiatan pencegahan dapat dikerjakan sejak bulan Januari sampai Desember sepanjang tahun. Dan itu sangat penting untuk mencegah kejadian Karhutla terulang.

“Sepertinya masih terjadi salah rencana dan salah kelola anggaran Karhutla di Riau. Harus diperbaiki”. Ucapnya tegas.

Triono juga menyoroti terkait penggunaan Dana Bagi Hasil – Dana Reboisasi (DBH-DR) yang telah diterima Provinsi Riau sejak 2017, tetapi penggunaannya masih minim.

Ia menyarankan kepada Gubernur Riau agar mengoptimalkan penggunaan DBH-DR untuk pengendalian Karhutla.

Karena regulasinya, yaitu PMK No. 230/2017 menetapkan bahwa 50 persen DBH-DR dapat digunakan membiayai pengendalian Karhutla di daerah yang dianggap rawan. [Farah/Aziz/Siaran Pers]