RUU Kesehatan Sulit Diterima oleh ‘Pemain’
Berita Baru, Jakarta – Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang tengah berada di meja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendapat sorotan tajam. Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, mengungkapkan bahwa RUU tersebut mendapatkan penolakan dari berbagai kalangan “pemain” yang merasa kesulitan menerima konsep dan isi dari RUU tersebut.
Dalam salah satu kesempatan, Budi Gunadi Sadikin menyampaikan pandangannya mengenai RUU Kesehatan dalam sebuah podcast, “Podcabs Rapor Pandemi hingga Polemik RUU Kesehatan,” pada Senin (3/7/2023).
Dia menegaskan bahwa RUU Kesehatan dirancang berdasarkan pengalaman menghadapi pandemi virus corona (Covid-19) sebelumnya, ketika Indonesia dan banyak negara lainnya tidak siap menghadapinya. Budi Gunadi Sadikin mencatat situasi saat itu, di mana kekurangan obat-obatan, vaksin, dan dokter di rumah sakit menjadi kenyataan yang mesti dihadapi.
“Kita harus mengakui, sistem kesehatan Indonesia tertinggal dibanding negara-negara lain. Ini sebabnya orang Indonesia sering ‘pindah’ berobat ke luar negeri,” kata Budi.
Dia berpendapat bahwa revisi Undang-Undang Kesehatan di Indonesia perlu dilakukan dengan menerapkan transformasi kesehatan yang berlandaskan enam pilar layanan. Dengan demikian, sistem kesehatan nasional akan lebih siap menghadapi tantangan pandemi di masa depan.
Pilar-pilar layanan yang dimaksud mencakup rumah sakit dan dokter sebagai elemen tradisional, namun juga mencakup layanan primer seperti puskesmas dan posyandu untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, sektor farmasi dan alat kesehatan, produksi obat-obatan dalam negeri, pembiayaan, Sumber Daya Manusia (SDM), serta teknologi informasi dan bioteknologi kesehatan.
Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa proses penyusunan RUU Kesehatan melibatkan partisipasi masyarakat sejak Desember 2022. Selama periode tersebut, Kementerian Kesehatan telah menggelar lebih dari 150 acara yang melibatkan 1.200 institusi dan 7.000 tamu undangan, menghasilkan sekitar 6.000 masukan yang selanjutnya dipertimbangkan dalam penyusunan RUU.
Namun, meskipun telah melibatkan berbagai pihak dan menyelenggarakan sosialisasi serta public hearing, RUU Kesehatan tetap menuai protes dari beberapa pihak, termasuk demonstrasi yang diselenggarakan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Budi Gunadi Sadikin menyikapi hal tersebut dengan bijak, mengatakan bahwa ketidakpuasan dan protes dalam proses diskusi adalah hal yang wajar dalam konteks demokrasi.
“Dalam diskusi, tentu ada perbedaan pendapat. Jika ada yang merasa bahwa seratus masukan mereka tidak semuanya diterima, itu wajar. Diskusi adalah tentang mencari titik temu yang masuk akal bagi semua pihak,” ungkapnya.
RUU Kesehatan masih terus dibahas oleh Komisi IX DPR, dengan harapan dapat menemukan solusi yang paling baik untuk masyarakat dan sistem kesehatan Indonesia yang lebih baik dan lebih siap menghadapi masa depan yang penuh tantangan.