Riset TRI Ungkap Manfaat Hilirisasi Belum Maksimal Pada Tenaga Kerja Domestik
Berita Baru, Jakarta – Hilirisasi industri terus digalakkan pemerintah sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, tantangan besar masih menghambat optimalisasi manfaat hilirisasi, khususnya bagi tenaga kerja domestik. Ketua Tim Peneliti TRI Indonesia, Unggul Heriqbaldi, menyoroti bahwa meskipun hilirisasi telah berhasil mendongkrak investasi dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di berbagai daerah, akan tetapi dampaknya terhadap penyerapan tenaga kerja domestik masih terbatas.
“Hilirisasi di Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam memaksimalkan manfaatnya bagi tenaga kerja lokal. Keterbatasan keterampilan tenaga kerja domestik menjadi salah satu penghambat utama,” kata Unggul dalam keterangan tertulis.
Unggul mengungkapkan hilirisasi telah memberikan kontribusi positif, terutama dalam peningkatan investasi di sektor-sektor strategis seperti nikel dan pasir silika. Menurut data kajian, sektor manufaktur yang menjadi fokus hilirisasi telah menyerap lebih dari 19,29 juta tenaga kerja pada Agustus 2023, naik dari 15,62 juta pada tahun 2014.
“Penambahan smelter dan sentra pengolahan di berbagai kota tidak hanya meningkatkan lapangan kerja tetapi juga mendorong kenaikan UMP (Upah Minimum Provinsi) di beberapa daerah. Maluku Utara, misalnya, mencatat kenaikan UMP sebesar 7,5% pada tahun 2024,” tambah Unggul.
Selain itu, transfer teknologi dari pekerja asing ke lokal, meskipun masih terbatas, telah memperkaya pengalaman dan keterampilan tenaga kerja domestik di beberapa wilayah. Proyek-proyek ini juga membuka peluang bisnis lokal, seperti penyediaan logistik dan jasa pendukung lainnya.
Namun, di balik capaian positif tersebut, hilirisasi belum sepenuhnya berdampak signifikan pada tenaga kerja domestik. Banyak posisi strategis dan teknis di sektor hilirisasi masih didominasi oleh tenaga kerja asing, terutama di smelter nikel di Konawe, Sulawesi Tenggara, dan investasi asing yang telah terlaksana di Batam selam ini.
“Tenaga kerja lokal sering kali hanya menduduki posisi administratif, operator atau pekerjaan dengan nilai tambah rendah. Keterbatasan pelatihan dan pendidikan teknis menjadi hambatan utama bagi pekerja domestik untuk bersaing di sektor ini,” ungkap Unggul.
Kajian yang berjudul “Membangun Harmoni yang Produktif Antara Pekerja Asing-Domestik dan Masyarakat Lokal: Tantangan, Kesempatan, dan Kebijakan Investasi Hilirisasi di Indonesia” tersebut menunjukkan bahwa dari total tenaga kerja yang diserap di sektor pertambangan dan penggalian, mayoritas memiliki pendidikan rendah, seperti lulusan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Kondisi ini mengakibatkan ketergantungan pada tenaga kerja asing untuk posisi yang membutuhkan keterampilan tinggi.
Unggul menegaskan bahwa dukungan dari pemerintah pusat sangat diperlukan untuk meningkatkan ruang fiskal pemerintah daerah. “Transformasi transfer fiskal harus dilakukan dengan indikator-indikator baru, bukan hanya berpatokan pada investasi dan PDB. Indikator sosial dan lingkungan juga harus menjadi acuan,” jelasnya.
Selain itu, ia merekomendasikan agar prinsip-prinsip Environment, Social, and Governance (ESG) dimasukkan sebagai parameter penilaian kinerja investasi hilirisasi. “Tidak cukup hanya melihat jumlah dan nominal investasi. Dampak sosial dan keberlanjutan lingkungan juga harus dinilai,” tegasnya.
Transparansi dan partisipasi publik juga dinilai menjadi kunci utama keberhasilan proyek hilirisasi. Menurut Unggul, syarat ini harus dipenuhi tidak hanya oleh perusahaan tetapi juga pemerintah pusat dan daerah. Dengan melibatkan masyarakat sejak awal, manfaat hilirisasi diharapkan dapat dirasakan lebih merata.
Seminar Diseminasi hasil riset bertajuk “Membangun Harmoni yang Produktif antara Pekerja Asing-Domestik dan Masyarakat Lokal: Tantangan, Kesempatam, dan Kebijakan Investasi Hilirisasi di Indonesia” diselenggarakan atas kerjasama The Reform Initiatives (TRI) Indonesia dengan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Nasional Jakarta, Rabu (12/12/2024) di Jakarta Selatan.
Perlu disampaikan bahwa riset tersebut merupakan salah satu tema kunci dari paket penelitian yang dilakukan oleh TRI Indonesia bersama konsorsium yang terdiri dari Binus University, The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya Malang, dan FEB Universitas Indonesia.