Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Protes di Thailand
Protes di Thailand (Foto: The Guardian).

Ribuan Warga Thailand Gelar Aksi Tolak Larangan Protes Terhadap Pemerintah Monarki



Berita Baru, Internasional – Pada Kamis (15/10), ribuan warga Thailand, termasuk para pelajar berkumpul di Bangkok untuk menentang larangan aksi negara itu, sebagaimana dilansir dari The Guardian.

Perdana menteri Thailand mengumumkan keadaan darurat parah di ibu kota pada Rabu malam (14/10), setelah penangkapan terhadap lebih dari 20 orang yang tergabung dalam aksi reformasi monarki di Thailand.

Pada Kamis sore (16/10) waktu setempat, ribuan orang berkumpul di Ratchaprasong, untuk meneriakkan kebebasan mereka menggugat pemerintah dan pembebasan terhadap massa aksi. “Bebaskan teman-teman kita”, “Polisi budak kediktatoran,” teriak para pedemo.

Di bawah imbauan untuk tidak berkerumun karena situasi pandemi Covid-19, para pengunjuk rasa melakukan aksi protes besar-besaran untuk menyerukan reformasi demokratis, menentang kekuasaan keluarga kerajaan yang telah lama berdiri di balik perlindungan undang-undang. Mereka juga menyerukan agar anggaran kerajaan dikurangi dan dana pribadi raja dipisahkan dari aset mahkota, juga menyerukan penghapusan undang-undang yang melarang kritik terhadap monarki.

Pada Kamis pagi, polisi anti huru hara mendatangi pengunjuk rasa di luar Gedung Pemerintah, tempat mereka berkemah untuk menuntut pengunduran perdana menteri, Prayuth Chan-o-cha.

“Seperti anjing yang terpojok, kami berjuang sampai mati,” kata Panupon Jadnok, salah satu pemimpin protes kepada massa pada Kamis sore. “Kami tidak akan mundur. Kami tidak akan lari. Kami tidak akan pergi kemana-mana,” katanya.

Di antara massa aksi yang dicekal adalah pengacara hak asasi manusia Anon Nampa, aktivis Prasit Krutharot, dan pemimpin mahasiswa Parit Chiwarak, yang dikenal sebagai Penguin, Panusaya Sithijirawattanakul, yang dikenal sebagai Rung, dan Nutchanon Pairoj. Baik Parit, Panusaya dan Nutchanon telah ditolak jaminannya, menurut Pengacara Hak Asasi Manusia Thailand. Melalui postingannya di Facebook, Anon mengatakan dirinya dipaksa naik helikopter ke kota utara Chiang Mai.

Menurut Human Rights Watch, tindakan darurat baru memungkinkan polisi menahan para pengunjuk rasa tanpa dakwaan hingga 30 hari, tanpa akses ke pengacara atau keluarga.

“Hak atas kebebasan berbicara dan mengadakan pertemuan publik secara damai berada di ujung tanduk dari pemerintah yang sekarang menunjukkan sifatnya yang benar-benar diktator,” kata Phil Robertson, wakil direktur divisi Asia di Human Rights Watch.

Selama protes berlangsung pada Rabu (14/10), iring-iringan mobil kerajaan melewati kerumunan pengunjuk rasa yang mengangkat salam tiga jari sebagai symbol penentangan.