Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Rektor Universitas Paramadina, Prof. Dr. Didik J Rachbini
Rektor Universitas Paramadina, Prof. Dr. Didik J Rachbini

Rektor Universitas Paramadina Desak Penyelidikan Indikasi Gratifikasi Penggunaan Jet Pribadi oleh Kaesang Pangarep



Berita Baru, Jakarta – Dugaan penerimaan fasilitas jet pribadi Gulfstream G650ER oleh putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep bersama istrinya mendapatkan sorotan publik. Bahkan, Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) telah melaporkan dugaan gratifikasi tersebut kepada KPK.

Merespon hal tersebut, Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini menyatakan dalam perspektif hukum, penggunaan fasilitas mewah oleh anak pejabat negara dapat dikategorikan sebagai gratifikasi, dan harus diproses secara hukum.

Didik menegaskan penelusuran lebih lanjut diperlukan untuk memastikan apakah fasilitas tersebut diterima sebagai imbalan dari pihak ketiga yang memiliki kepentingan tertentu. Penting untuk menginvestigasi hubungan antara Kaesang, Presiden Jokowi, dan peminjam pesawat jet, baik dalam konteks kasus ini maupun hubungan-hubungan yang telah terjalin sebelumnya.

“Meski anak tersebut bukan pejabat negara, namun ada kekhawatiran bahwa fasilitas atau uang tersebut diberikan dengan harapan mempengaruhi keputusan yang diambil oleh pejabat terkait,” ujar Didik J. Rachbini, Rektor Universitas Paramadina kepada Beritabaru.co, Kamis (29/8/2024).

Didik menegaskan bahwa meskipun Kaesang bukan pejabat negara, tindakan ini tetap berpotensi masuk dalam kategori gratifikasi. Jika dibiarkan, hal ini bisa membuka peluang bagi pejabat negara untuk memanfaatkan kekuasaan demi kepentingan pribadi. Dia juga mengingatkan bahwa momentum transisi pemerintahan saat ini seharusnya menjadi peluang bagi aparat hukum, seperti KPK, untuk bertindak tanpa takut akan kekuasaan yang ada.

“Banyak contoh kasus keluarga pejabat yang terlibat dalam korupsi dan gratifikasi, meskipun bukan mereka yang langsung menjabat. Kasus Kaesang ini sudah menjadi perhatian publik, dan sekarang mutlak harus masuk ke ranah hukum,” tambahnya.

Dalam rilisnya, Didik menyebut bahwa kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana kekuasaan telah merusak tatanan negara dan hukum di Indonesia. Menurutnya, meski Presiden Jokowi mungkin merasa tidak terlibat langsung dalam penerimaan gratifikasi, tindakan membiarkan anaknya menikmati fasilitas yang terindikasi tidak legal justru lebih berbahaya.

“Kasus ini harus ditangani dengan serius agar hukum dapat ditegakkan kembali,” tutup Didik dalam pernyataannya.