Rayakan Hari Tani Nasional 2024, Petani Sulsel Serukan ‘Daulat Ruang, Daulat Pangan’
Berita Baru, Jakarta – Dalam peringatan Hari Tani Nasional 2024 yang berlangsung di Desa Salassae, Kabupaten Bulukumba, pada 23-24 September, ratusan petani dan jaringan masyarakat sipil menyuarakan delapan tuntutan utama. Peringatan ini diprakarsai oleh berbagai organisasi seperti WALHI Sulawesi Selatan, Yayasan Pendidikan Rakyat Bulukumba (YPRB), Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS), dan Dana Mitra Tani (DMT), yang menyoroti ketimpangan agraria dan perlindungan terhadap ruang hidup petani.
Mengusung tema “Daulat Ruang, Daulat Pangan,” perayaan kali ini diramaikan dengan berbagai kegiatan seperti pameran pangan lokal dan produk UMKM, perlombaan, pemutaran film, diskusi, pasar malam, karnaval, talkshow, hingga pembacaan maklumat rakyat Sulawesi Selatan. Seluruh rangkaian acara dipusatkan di Pasar Rakyat Salassae.
Ponnong, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Salassae sekaligus anggota KSPS, dalam sambutannya menekankan pentingnya pengelolaan ruang dan pangan.
“Dalam momentum Hari Tani ini, kami sepakat untuk mengusung tema tersebut. Tentu saja hal ini sulit tercapai tanpa kolaborasi semua pihak. Diperlukan komitmen dan kesadaran bersama, baik dari pemerintah tingkat desa hingga nasional, maupun masyarakat luas,” ujarnya seperti dikutip dari rilis resmi Walhi pada Kamis (26/9/2024).
Senada dengan Ponnong, Gito Sukamdani, Kepala Desa Salassae, juga mengingatkan tantangan yang dihadapi petani saat ini, seperti perubahan iklim, alih fungsi lahan, serta berkurangnya minat generasi muda terhadap pertanian. “Menjaga ruang pertanian adalah tanggung jawab bersama. Dengan menjaga ruang-ruang ini, kita tidak hanya mempertahankan ketahanan pangan, tetapi juga melindungi masa depan bangsa dan generasi mendatang,” tegas Gito.
Rahmat, Kepala Departemen Eksternal WALHI Sulawesi Selatan, dalam peringatan ini menegaskan bahwa meskipun UU Pokok Agraria telah disahkan 64 tahun lalu, ketimpangan agraria masih terjadi. “Banyak tanah di desa yang dikuasai oleh perusahaan besar, yang merugikan petani dan merusak lingkungan,” ujarnya dengan tegas.
Pada malam terakhir perayaan, perwakilan petani Desa Salassae membacakan Seruan Rakyat Sulawesi Selatan dalam Momentum Hari Tani Nasional 2024, yang berisi delapan tuntutan utama. Tuntutan tersebut adalah:
- Wujudkan Reforma Agraria Sejati
Petani menuntut pelaksanaan reforma agraria yang sebenarnya sesuai dengan amanat UUPA No. 5 Tahun 1960, guna mengatasi ketimpangan agraria dan mencapai kesejahteraan rakyat serta keadilan ekologi. - Cabut UU Cipta Kerja dan Aturan Turunannya
Petani meminta pencabutan UU Cipta Kerja beserta aturan turunannya, termasuk UU Minerba, yang dinilai merampas sumber agraria rakyat dan memberikan solusi palsu terkait transisi energi yang berpotensi menimbulkan bencana ekologi. - Kedaulatan Pangan Ramah Lingkungan
Petani menginginkan kebijakan kedaulatan pangan berbasis lingkungan yang dapat menjadi solusi dalam menghadapi krisis pangan dan perubahan iklim. - Hentikan Tindakan Represif Terhadap Petani
Mereka juga mendesak Presiden Joko Widodo untuk menghentikan tindakan represif dan kriminalisasi terhadap petani serta pejuang HAM yang berjuang mempertahankan hak-haknya. - Hentikan Ekspansi Tambang Nikel
Petani meminta pemerintah untuk menghentikan ekspansi tambang nikel di Sulawesi Selatan, khususnya di Luwu Raya, yang telah merampas tanah-tanah petani dan merusak hutan hujan. - Hentikan Perpanjangan HGU Perkebunan
Tuntutan juga diajukan untuk menghentikan perpanjangan HGU PTPN, Lonsum, dan perusahaan perkebunan besar lainnya di Sulawesi Selatan, serta mengembalikan tanah-tanah tersebut kepada petani. - Hapus Zona Tambang di RTRW Terintegrasi Sulawesi Selatan
Petani meminta penghapusan zona tambang, reklamasi, dan HGU perkebunan monokultur dalam RTRW Sulawesi Selatan yang mencaplok wilayah kelola rakyat. - Dorong Praktik Pangan Lestari oleh Masyarakat Adat dan Petani
Terakhir, petani mendesak pemerintah Sulawesi Selatan untuk mendukung pengelolaan pangan lestari yang dilakukan oleh masyarakat adat dan petani sebagai cara menjaga kelestarian lingkungan dan ketahanan pangan lokal.