Rasisme Papua, Ketum GMNI: Presiden Harus Membentuk Tim Khusus Pakar
Berita Baru, Jakarta – Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Arjuna Putra Aldino mengingatkan pemerintah agar tidak lalai dan menganggap enteng kasus Black Lives Matter yang berujung rasisme di Papua.
Pria Kelahiran Brebes, 9 Juli 1991 mewanti-wanti jangan sampai Indonesia disorot dunia internasional sebagai common enemy.
“Kalau sampai muncul desakan Internasional, nanti kita jadi common enemy, disangsi oleh PBB, karena Indonesia bisa dituduh terlibat kejahatan perang menciderai kemanusiaan”, kata alumni magister Ketahanan Nasional Universitas Indonesia tersebut.
Menurutnya, pemerintah perlu sesegera mungki membentuk tim khusus yang terdiri dari para pakar untuk melakukan dialog supaya menghasilkan konsesnsus baru.
“Masalah Papua bisa dilihat tidak hanya karena mereka ingin memberontak, Presiden harus membentuk tim bukan hanya dari satu pakar, dari berbagai pakar, supaya utuh melihatya, dengan melakukan dialog menghasilkan konsesnsus, tentu dalam bingkai Papua bersama-sama dengan Indonesia”, ucap Arjun pada wartawan Berita Baru Pada Jumat (19/06) melalui telpon.
Pendekatan dialogis lewat pakar Arjun nilai lebih efektif dibanding melalui lembaga pemerintah seperti kementerian. Pandangan ini didasarkan pada catatan sejarah yang menyebutkan diskrimasi ras Papua sengaja dikonstruk oleh pemerintah kolonial di masa lalu, seperti anggapan Papua di jajah Jawa, Papua berbeda dengan suku lainnya di Indonesia.
“Jadi di masa kolonial Belanda banyak sekali karya karya ilmiah, penelitian riset yang menyatakan papua itu ras malanesia, yang berbeda dengan Indonesia seperti Jawa, Sulawesi dan lain sebagainya yang dikenal dengan ras mongoloid. Belanda mengkonstruk untuk berbeda, yakni perasaan berbeda terhadap masyarakat papua, dengan begitu mengatasi Papua harus dengan dialog bukan senjata. Ada negara lain yang berkepentingan terhadap Papua, sehingga Pemerintah Jokowi harus hati-hati supaya tidak tergelincir,” pungkas Arjun.