Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Ramadan ke-20: Keresahan sebagai suatu Kondisi

Ramadan ke-20: Keresahan sebagai suatu Kondisi



Berita Baru, Ramadan – Ketika tiga (3) tahapan rohani di persinggahan “kondisi” sebelumnya bicara tentang hasrat dan cinta, maka layaknya koin bermata dua, pada tiga (3) tahapan selanjutnya Oman Fathurahman membicarakan tentang kesenduan bernada minor—yang tidak lain merupakan konsekuensi dinamis dari “cinta”—yaitu #TanggaRuhani ke-64 al-Filq (resah), ke-65 al-’Athasy (haus), dan ke-66 al-Wajd (ekstase).

Pertama, seperti disampaikannya pada Minggu (2/5), adalah kondisi ketika seseorang merasakan gelisah yang tak tertolong akibat rindu. Tingginya cinta melahirkan rindu dan dalamnya rindu selalu menyisakan kegelisahan yang mengerikan.

Al-Filq adalah kondisi, sehingga meski berat dan sendu, ia tidak akan selamanya demikian. Al-Filq senantiasa berujung pada perjumpaan dan perjumpaan dalam konteks kerinduan bukanlah apa pun melainkan kebahagiaan yang tidak ada presedennya.

“Kenapa begitu sebab subjek cinta di sini adalah Allah dan Allah tidak pernah mengingkari janji,” kata Oman.

Kedua mirip dengan al-Filq, hanya saja tingkatannya lebih tinggi. Boleh disebut al-’Athasy merupakan puncak dari al-Filq. Bila kita punya kekasih dan seminggu saja tidak bertemu, barangkali kita resah, tetapi jika sudah satu tahun, maka di situlah al-Sinkili memastikan kita akan merasakan apa itu yang disebut “haus terkapar” atau al-’Athasy.

“Rasanya persis dengan beberapa hari tidak meneguk air dan posisi sedang di gurun,” Oman menambahkan.

Dalam kasus ini, logika yang berlaku adalah semakin kita jatuh karena rindu, kita terhempas, dan bahkan hilang, maka semakin tak terperi juga rasanya ketika kita bertemu dengan penyebab rindu. Di waktu bersamaan, perasaan adikodrati semacam inilah yang disebut oleh al-Sinkili melalui poin ketiganya, yakni al-Wajd.

Al-Wajd adalah puncak rasa. Karena puncak, siapa pun yang mendapatkannya akan tenggelam dalam kebahagiaan hingga lupa segalanya, termasuk derita yang sebelumnya dirasa.

Untuk konteks keresahan dan kerinduan, al-Wajad bisa tercapai ketika seseorang telah mendapatkan jawaban rindunya dari yang dirindukan, Allah, entah melalui penyaksian langsung atau lainnya.

Al-Wajd ini kita bisa memahaminya juga sebagai ketika antara jiwa dan raga kita mendapatkan keselarasannya,” pungkas Oman.