Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Rakyat Irak Gelar Aksi Unjuk Rasa Mengutuk AS atas Pembunuhan Abu Mahdi al-Muhandis dan Qassem Soleimani

Rakyat Irak Gelar Aksi Unjuk Rasa Mengutuk AS atas Pembunuhan Abu Mahdi al-Muhandis dan Qassem Soleimani



Berita Baru, Internasional – Pada Selasa (3/1), rakyat Irak berunjuk rasa menandai tahun ketiga pembunuhan dua komandan Irak dan Iran dalam serangan pesawat tak berawak AS. Massa mengutuk tindakan teror AS dan pelanggarannya terhadap kedaulatan Irak.

Di Lapangan al-Tahrir di ibu kota Baghdad, ribuan warga Irak mengangkat tinggi foto Abu Mahdi al-Muhandis, wakil kepala pasukan paramiliter Irak Hashd Shaabi, dan Qassem Soleimani, mantan komandan Pasukan Quds Korps Pengawal Revolusi Islam Iran (IRGC).

Soleimani dan al-Muhandis, adalah sosok penting dalam perang melawan militan ekstremis Negara Islam (IS), ia dibunuh dalam serangan pesawat tak berawak AS terhadap konvoi kendaraan di dekat Bandara Internasional Baghdad pada 3 Januari 2020.

Melansir dari Xinhua News, para pengunjuk rasa Irak mengecam Amerika Serikat menjadi biang kekacauan dan bencana di Irak dan bahkan di seluruh dunia atas nama “melindungi hak asasi manusia.”

“Mereka (Amerika) menargetkan seorang pemimpin di negara kami. (Oleh karena itu) tidak ada kedaulatan. Bahkan wilayah udara pun bukan milik Irak. Mereka (pesawat AS) memasuki wilayah udara kami dan menyerang para pemimpin kami,” kata Ahmed Kadhim, seorang pelatih kebugaran.

Dia mengatakan serangan udara itu merupakan pelanggaran berat terhadap kedaulatan Irak, sambil menekankan bahwa Amerika Serikat adalah “negara yang tidak demokratis dan tidak manusiawi”.

“Amerika adalah pencipta terorisme, dan itu adalah negara kekacauan dan ingin menyebarkan kekacauan di seluruh dunia,” tambah Kadhim.

Sadid Abdul-Ghani, seorang pensiunan pegawai pemerintah, mengatakan kepada Xinhua bahwa serangan udara ilegal yang membunuh Soleimani dan al-Muhandis adalah pelanggaran mencolok terhadap kedaulatan Irak, hak asasi manusia Irak dan hukum internasional.

“Ini adalah tindakan teroris yang menyakitkan. Ini melanggar hak asasi manusia dalam serangan udara ini dan tindakan lainnya yang menyebarkan terorisme di Irak dan negara lain,” kata Abdul-Ghani.

Dia mengatakan Amerika Serikat telah membawa kekacauan, pertarungan internal, ketidakstabilan dan krisis ekonomi ke Irak dan negara-negara lain. “Dengan serangan udara ini, Amerika Serikat bertujuan untuk mendominasi Irak dan kawasan itu serta untuk mengendalikan dunia,” tambahnya.

Ahmed Salim, seorang warga Baghdad, mengutuk serangan udara AS yang menewaskan Soleimani dan al-Muhandis dan menyebut Washington ingin mendominasi Irak.

“Mereka mengklaim memerangi terorisme, tetapi melakukan kejahatan teroris saat fajar pada 3 Januari 2020,” katanya.

Juga pada hari Selasa, Irak Hashd Shaabi mengadakan upacara peringatan di lokasi serangan udara di jalan dekat Bandara Internasional Baghdad, yang dihadiri oleh banyak warga Irak.

“Musuh kecewa, karena mereka mengira bahwa dengan membuat orang absen dan membunuh pemimpin, kehendak bangsa akan hancur, tetapi mereka melewatkan bahwa para syuhada adalah pembuat kejayaan setiap bangsa,” Falih al-Fayyadh, kepala komisi Hashd Shaabi, mengatakan dalam sebuah pidato.

“Pembunuhan dua pemimpin, al-Muhandis dan Soleimani, didalangi oleh (mantan Presiden AS Donald) Trump, tetapi tidak lama lagi kita akan melihatnya di tong sampah sejarah,” tambah al-Fayyadh.

Perdana Menteri Irak, Mohammed Shia’ al-Sudani, mengatakan dalam sebuah tweet bahwa “penting untuk mengingat para pemimpin kemenangan dan kepahlawanan mereka dalam menghadapi kelompok teroris ekstremis (IS) paling kejam yang dikenal dalam sejarah kontemporer kita.”

Dia juga mengatakan bahwa pembunuhan kedua pemimpin menjadi lecutan motivasi pemerintah Irak untuk bekerja mengkonsolidasikan kedaulatan dan bekerja untuk Irak yang mandiri dalam kebijakannya dan mampu melindungi rakyatnya.

Serangan udara AS yang menewaskan Soleimani dan al-Muhandis memicu ketegangan dan serangan balasan antara Iran dan Amerika Serikat di tanah Irak.

Dua hari setelah serangan udara pada tahun 2020, parlemen Irak mengeluarkan resolusi yang mewajibkan pemerintah untuk mengakhiri kehadiran pasukan asing di negara tersebut.

Pada 29 Desember 2021, Perdana Menteri Irak saat itu, Mustafa al-Kadhimi, mengonfirmasi berakhirnya misi tempur koalisi pimpinan AS di Irak setelah penarikan pasukan mereka dari negara itu.