Puisi-puisi Anwar Noeris: Pencarian
pencarian
aku telah memutuskan berhenti mencarimu
sebab aku tahu kau tak melekat di benda-benda,
di semilir angin, di gemericik air.
kini aku tinggal masuk ke dalam diriku,
menjumpaimu seutuhnya.
aku telah memutuskan bercerai dengan tapak kaki,
sebab aku tahu kau bukan jarak,
semesta luas atau jalan berliku dan panjang.
kini aku tinggal membenarkan letak nafas,
musim yang berantakan di kepala,
posisi duduk di sampingmu,
di mana kau mengaduh dan berkeluh kesah
tentang rindu, waktu dan siapa kita sebenarnya.
latar, 2017
Di Bawah Sepi Aku Berlindung dari Kerlingmu
Di bawah sepi aku berlindung dari kerlingmu
Menolak benda-benda
Hanya yang dapat disaksikan bayangmu-bayangku
Berpijak di antara tulang belulang puisi yang gigil
Sebab kata-kata yang timbul
Adalah kesangsian dari sebuah perjumpaan
Kubayangkan kita begitu kecil
Samar-samar menyentuh wajah nasib
Pikiran yang tolol
Melompat-lompat menangkap angin
Melubangi langit untuk menemukan yang tersembunyi
Duh, cintaku yang perkasa
Masihkah kau berani sombong?
Demi rasa cemas yang memenuhi lubang mulut
Dan orang-orang yang terbakar dengan kesangsiannya,
Di punggung puisi ini
Jangan pernah bangunkan aku
Sekadar bertanya atau ditanya
Biarlah mataku tertutup rapat
Dan mimpi-mimpi itu berjatuhan sewajarnya
Kelak pada saatnya, aku akan berdiri sendiri
Dengan kelopak mata yang telah wangi oleh rerimbun puisi
Dan kita tak usah takut lagi,
Untuk berjalan di hidup yang lebih murni ini.
Kutub, 2015
pada retakan sunyi
pada retakan sunyi yang berhamburan ke dada,
aku mengenang wajah lainku
memar dan bimbang.
pada angin yang tak kuasa memanggul dingin,
dan menghalau dedaun mahoni gugur ke tepi jalan,
orang-orang masih selalu berdatangan menyaksikan runtuhan peristiwa,
lalu bergantian memukul tiang listrik, kentongan
dan tempat sampah hanya untuk menunjukkan malam telah larut.
tapi apakah mereka paham getir maut?
tentang waktu yang tiba-tiba datang dengan takjub,
atau tentang asal usul kebahagiaan itu.
sementara aku hanya menggeser tempat berdiam,
memandang kolam yang tak jelas asalnya.
di luar, segala hanya percuma, hanya sia-sia.
bagi yang lahir, usia adalah jaminan kebosanan menjalani hidup.
pada retakan sunyi yang menepi ke dada,
pada desir yang tak kuasa meramu cinta,
pada apa yang datang dan percuma,
aku mengenang wajah lainku
khusuk menata patahan demi patahannya,
sampai ke ceruk ingatan paling silam,
yang akhirnya mengatarkanku
pada ketiadaanku sebagai aku.
kutub, 2017
Kubur Nama
Kucium wangi kembang di baris huruf-huruf
Di kehampaan yang jauh dari intai matamu
Setelah rimbun kenangan
Tak mampu membangkitkan arwah namamu
Dari dalam kubur bumiku
Dan aku telah jauh pergi
Meninggalkan mayat puisi-puisiku
Aku tidak butuh senandung
Membangkitkan ghairah harap
Pula aku tak butuh
Cericit burung yang menguap dari mulutmu
Untuk menyambut pagi yang cerah
Kini seutuhnya aku masadepan
Bagi kesunyian
Dan kau masalalu yang diabaikan
Usia dan kehidupan.
Kutub, 2016
Anwar Noeris, penyair. Beberapa tulisannya pernah terbit di Koran Tempo, Jawa Pos, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Media Indonesia, dsb. Ia sekarang masih mengusahakan agar antologi puisi pertamanya terbit, sekaligus mengusahakan agar lulus dari perkuliahannya, UIN Sunan Kalijaga.
Beritabaru menerima karya berupa cerpen dan puisi untuk dimuat di hari Sabtu dan Minggu. Silakan kirimkan karya kalian ke sastraberitabaru@gmail.com beserta biodata dan nomer rekening dalam satu file word. |