Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Problematika Sistem Linierisasi Pendidikan | Opini: Putri Zahrotul Ilmiyah
sumber gambar: google

Problematika Sistem Linierisasi Pendidikan | Opini: Putri Zahrotul Ilmiyah



Putri Zahrotul Ilmiyah


Para fresh graduate di Indonesia mulai tahun 2019 sampai sekarang terbelenggu dan mengalami problematika karena adanya sistem linearitas guru yang membatasi sarjana untuk mengaplikasikan ilmunya yang ditempuh selama perguruan tinggi pada sektor pendidikan, karena mulai tahun 2019 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhajir Effendy membuat peraturan tentang penataan linearitas guru bersertifikat pendidik.

Harapan pemuda fresh graduate yang bercita – cita menjadi guru yang ijasahnya tidak sesuai dengan bidangnya sulit diwujudkan. Kebijakan linearitas tersebut berdampak di berbagai aspek seperti: meningkatnya angka pengangguran sarjana, menurunya akreditasi lembaga pendidikan karena linearisasi sertifikat pendidik, mendiskriminasi guru secara halus untuk mengejar tunjangan dari pemerintah dengan cara mengintruksi guru yang tidak linear untuk belajar lagi di jenjang pendidikan strata satu yang memberatkan guru.

Guru bukanlah profesi melainkan pengabdian diri untuk mengimplementasikan tujuan pendidikan nasional yakni mencerdaskan kehidupan berbangsa. Problematika tersebut terus berlanjut hingga saat ini karena lika liku sistem pendidikan di Indonesia selalu berganti setiap pergantian pemimpin baik pergantian presentasi maupun menterinya sehingga perkembangan pendidikan Indonesia sulit terlihat kualitasnya baik dari output yang dihasilkan yang berpengaruh pada keberlanjutan dan masa depan pendidikan anak bangsa, bisa dilihat dari evaluasi kurikulum dan regulasi sektor pendidikan yang telah terealisasi.

Pergantian regulasi dan sistem pendidikan Indonesia setiap pergantian pemimpin tidak menjadikan pendidikan mengalami perkembangan dan progresifitas karena, sistem sering dirubah maka akan sulit berkembang, terutama sistem pendidikan karena pendidikan merupakan kebutuhan generasi bangsa yang paling utama karena negara membutuhkan pendidikan dan pendidikan membutuhkan negara.

Perlu diketahui bahwa dampak sistem linearitas menjadikan anak bangsa kontribusinya terbatasi, pemikirannya sulit maju karena 90 % lapangan pekerjaan sektor pendidikan melakukan akselerasi linearitas mulai dari guru yang tidak linier mengejar ijasah linear agar mendapatkan tunjangan pemerintah dan menjadi penentu akreditasi lembaga pendidikan.

Perlunya mengetahui hasil brick down dari jenjang SD/MI yang paling tersorot dampaknya yakni adanya guru kelas yang diberi tugas mengajar sangat padat setiap harinya sehingga hanya menghasilkan keprofesionalan guru dalam satu bidang. Hakikatnya guru yang berkualitas adalah guru yang professional dalam berbagai bidang dalam rangka mewujudkan visi, misi dan tujuan lembaga pendidikannya.

Profesionalitas stakeholder dan guru bisa dilihat dari kinerja guru dalam mengabdikan serta totalitasnya dalam menggerakkan program untuk mencapai visi dan misi sekolah. Karena program sekolah mencerminkan road map visi misi dan tujuan lembaga pendidikan. Karena kualitas siswa bisa meningkatkan karena design pembelajaran yang efektif dan menyenangkan sesuai visi, misi dan tujuan yang menjadi harapan jangka panjang lembaga pendidikan.

Jika pendidikan Indonesia ingin maju maka mulai dari aparatur pemerintahan sampai stakeholder lembaga pendidikan harus bersatu untuk menciptakan simbiosis mutualisme yang menghasilkan sistem yang bukan hanya formalitas sistem, regulasi yang bukan hanya proyek yang menguntungkan pejabat materialis yang memperbanyak pengeluaran anggaran yang tidak efektif. Akan tetapi sistem pendidikan yang demokratis sesuai potensi dan karakter anak bangsa yang bisa menembus prestasi mulai dari skala nasional sampai skala internasional yang menghasilkan penerus bangsa yang mampu mengola SDA maupun SDM negara Indonesia secara mandiri dan berdaya saing sehingga tidak terus menerus dikelola oleh orang asing. 

Sistem pendidikan di Indonesia harus ditata secara integrative dengan berporos pada 8 standar nasional pendidikan Indonesia yakni standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian pendidikan. Untuk merealisasikan 8 standar tersebut perlu proses yang panjang dan berkelanjutan dengan berpegang pada 3 asas pendidikan Indonesia yakni asas tut wuri handayani, asas demokratis,asas pendidikan seumur hidup dan asas kemandirian. Pertama adalah asas tut wuri handayani, asas demokratis, asas pendidikan seumur hidup dan asas kemandirian. Asas yang paling terkenal adalah tut wuri handayani yang merupakan semboyan dari Ki Hajar Dewantara yang terdiri dari : tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarsa sung tulada.

Kedua adalah asas demokratis yakni keikutsertaan berbagai pihak yang terkait terutama peserta didik dalam menyusun program dan pelaksanaannya yang tercantum pada pasal 31 UUD1945 yang berbunyi : tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. Yang ketiga adalah asas pendidikan seumur hidup yakni pendidikan tidak mengenal masa muda dan masa tua yang berlangsung sepanjang hayat. Yang keempat adalah asas kemandirian yang tertuang dalam tujuan pendidikan nasional yang berbunyi untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha esa berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara demokratis dan bertanggung jawab. Oleh karena itu perlunya kemandirian dan rasa tanggung jawab dalam menggerakkan pendidikan. 

Melihat kondisi anak bangsa dan kondisi sistem pendidikan Indonesia yang mengalami dinamika dan problematika mulai dari unsur guru, siswa serta wali murid yang banyak mengeluhkan selama proses pelaksanaan yang tidak ada habisnya . Maka perlunya penataan secara konsisten karena membuat sistem lebih mudah dari mengembangkan dan mempertahankan sistem. Mulai dari tahun 2019 sampai sekarang ijasah anak bangsa yang yang ingin masuk sektoral pendidikan harus putar otak untuk merintis masa depannya. Karena tidak memenuhi kriteria, terbatasi secara administratif dan regulasi yang membatasi sarjana untuk kreatif. Penataan linearitas dalam regulasi pendidikan di Indonesia dianggap tidak merata seperti pada kepala sekolah dan tenaga kependidikan.

Jika ditelusuri profesi kepala sekolah dan tenaga kependidikan ini adalah peluang bagi jurusan Manajemen Pendidikan Islam. Maka dapat disimpulkan bahwa sarjana Manajemen Pendidikan Islam tidak bisa masuk dan sulit berkontribusi karena tidak diberikan jam mengajar dalam regulasi saat ini. Jadi dari segi profesionalitas sarjana Manajemen Pendidikan Islam ini terbatasi oleh regulasi linearitas. Karena profesionalitas membutuhkan proses  panjang, untuk melangkah menjadi seorang kepala sekolah harus menjadi guru  terlebih dahulu. Manajemen Pendidikan Islam jika ditelaah lebih mendalam prospeknya bisa mengajar di segala mata pelajaran pendidikan islam. jika orientasiya menjadi kepala sekolah maka kepala sekolah harus menguasai kurikulum pendidikan.

Jika lebih deteliti lagi prospek kerja sarjana Manajemen Pendidikan Islam ini jika maka ruang lingkupnya mengarah pada profesi pegawai dinas pendidikan, sedangkan untuk menjadi pegawai pendidikan maka harus melalui proses pengabdian mengajar di lembaga pendidikan terlebih dahulu. Jangan sampai program studi Manajemen Pendidikan Islam ini hanya dijadikan sebagai penunjang kualifikasi profesi admistrator pendidikan, konselor lembaga pendidikan dan kepala sekolah tanpa tergabung dengan regulasi sarjana pendidikan lainnya. Oleh karena itu pemerintah Indonesia  harus menata sistem pendidikan secara integratif dan tidak hanya dilaksanakan pada satu periodenya saja untuk mencegah hilangnya hasil proses pendidikan di periode sebelumnya karena pendidikan merupakah kunci majunya negara. 

Sistem pendidikan Indonesia perlu dikelola secara integrative berkelanjutan dengan cara : pertama yakni optimalisasi kebijakan sektor pendidikan melalui inovasi – inovasi pengembangan sistem pendidikan mulai dari regulasi pendidik dan tenaga kependidikan, kurikulum pendidikan dan anggaran tanpa menghilangkan hasil yang dicapai kepemimpinan sebelumnya. Yang kedua adalah pembangunan mitra kalaboratif mulai dari dewan perwakilan rakyat, presiden, menteri yang benar – benar mengerti dan solutif melihat kondisi perkembangan pendidikan mulai dari skala lokal sampai skala internasional masa sekarang. Ketiga yakni pengelolahan regulasi pendidikan secara terbuka sesuai dasar negara Indonesia yakni bhineka tunggal ika.

Keempat yakni penambahan persentase anggaran untuk pendidikan tanpa syarat yang menyulitkan dan menyibukkan guru maupun anak bangsa yang ingin mengabdikan diri pada sektor pendidikan maka para pendidik bisa bebas mengeluarkan inovasi kreatif dan spirit kinerjanya secara sempurna dan tercapainya visi, misi dan tujuan lembaga pendidikannya masing-masing, Kelima yakni pembuatan sertifikat profesionalitas kinerja guru bukan hanya berdasarkan satu bidang saja akan tetapi kompetensinya juga harus didasarkan kinerjanya sebagai kontibutor multibidang yang menghasilkan grand inovasi pembelajaran baik di kelas maupun diluar kelas yang dapat meningkatkan mutu pendidikan sekolah. 


Penulis merupakan alumni IAI Qomaruddin Bungah dan kini sedang menempuh pascasarjana di Mojokerto.