Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Kader PMII Pamekasan
Ketua Umum DPN BMI, Farkhan Evendi.

Presiden Jokowi Ancam Reshuffle, BMI: Tidak Layak Disampaikan di Publik



Berita Baru, Jakarta – Ancaman resuffle Presiden Jokowi kepada para menteri dalam Sidang Kabinet Paripurna pada Kamis 18 Juni 2020, menuai kritik banyak pihak. Salah satunya adalah dari organisasi sayap Partai Demokrat, Bintang Muda Indonesia (BMI).

“Khalayak tentu kaget dengan ancaman reshuffle Presiden didepan publik terkait kinerja para menterinya yang dibawah standart dan disertai ancaman reshuffle,” ujar Ketua Umum BMI, Farkhan Evendi, Senin (29/06).

Farkhan mempertanyakan sikap Presiden Jokowi yang nampak geram dalam video Youtube, hari Minggu (28/06) lalu. Sebagai top leader dalam kabinet, menurut Farkhan, tidak layak Presiden bersikap demikian di muka publik.

“Ibarat kepala rumah tangga seorang Presiden, istri adalah tangan kanan presiden dan anak adalah rakyatnya. Apakah pantas kepala keluarga mengkritik istrinya di depan anak atau bahkan khalayak luas? Tentu ada masalah terkait leadershipnya. Kenapa tak dibicarakan saja di internal?,” tanya Farkhan.

“Atau jangan-jangan memang ada menteri yang mau mundur karena tidak nyaman dengan Presiden lalu Presiden terbawa emosi dengan bilang ke publik?,” tambahnya.

Farkhan khawatir, eksploitasi kemarahan disertai ancama reshuffle akan membuat psikologis seorang menteri yang kelak jika direshuflle mengalami tekanan batin.

“Adakah Presiden selama ini berterimakasih pada Menterinya? Adakah Presiden selama ini benar- benar membuat menteri bekerja dengan visi nawacitanya sehingga tidak menabrak daripada aspirasi rakyat dan narasi-narasi kerakyatan maupun persatuan nasional? Tak mungkin sopir memarahi kondektur di depan umum kalau memang kondektur bermasalah turunkan baik-baik di tengah jalan,” Farkhan mengibaratkan.

Perang internal istana

Selain itu, menurut Farkhan, sikap Presiden tersebut akan memicu perang di internal istana setelah sebelumnya saling serang antar kelompok pendukung Joko Widodo terkait penunjukan Komisaris BUMN.

“Ancaman reshuffle adalah menimbulkan kegaduhan baru. Kegaduhan itu menambah sejumlah kegaduhan ketika energi kita lagi difokuskan pada penanggulangan dampak covid-19. Pak Presiden perlu diingatkan untuk meningkatkan kepercayaan diri, political will dan solidaritas antar elemen untuk bersama melawan Covid-19,” ujarnya.

BMI melihat saat ini situasi memanas di tengah tidak adanya penghargaan Presiden pada menteri yang sudah bekerja keras. Di mana secara otomatis Presiden tidak menghargai jerih payahnya sendiri dalam mengkoordinasikan para menteri untuk melawan krisis sosial dan krisis pandemi covid-19.

“Kami menghimbau sebaiknya Presiden untuk lebih serius bergerak dan tidak perlu curhat ke publik soal yang tidak perlu seperti mengancam menteri dan lain sebagainya. Di negara sedemokratis mana pun jarang ada Presiden mengancam akan melakukan reshuffle. Minimal yang berbicara reshuffle adalah juru bicaranya itu pun khusus menjawab bila memang ada tekanan publik,” lanjut Farkhan.

Farkhan meyakini, bila gaya komunikasi Presiden transformatif dan mampu menciptakan budaya kerja tahan banting dan pro rakyat, maka semestinya akan diikuti oleh menterinya. Bila lemah di dalam diri presiden maka Presiden sendiri pun tak kan mampu menahan ketakmampuan dirinya mengatur menteri di depan publik.

“Jadi inti masalahnya ada di top leader dalam hal ini Presiden,” pungkas Farkhan.

Farkhan beranggapan, pada dasarnya melihat nama-nama terbaik di kabinet adalah nama-nama terbaik menurut kriteria partai pendukung pemerintah. Bukan pada prestasi mereka sebelum jadi menteri maupun pengalamannya

“Waktu sudah berjalan hampir satu tahun. Kabinet ini berjalan tanpa narasi-narasi besar yang membuat Indonesia maju di bidang-bidang krusial, baik aspek pendidikan, tekhnologi, militer, ekonomi maupun sosial budaya,” kritiknya.

Farkhan menyarankan, Presiden perlu memasukkan nama-nama profesional di bidang masing-masing.

“Di bidang tekhnologi, siapa saat ini tokoh yang sedang naik daun di aspek ini. Pendidikan, kenapa tak memilih dari kalangan yang teruji memperhatikan nasib anak kurang mampu. Ekonomi, kenapa tak memilih sosok ekonom pro ekonomi kerakyatan yang teruji. Menteri kesehatan, kenapa tak cari sekaliber Siti Fadilah,” tutupnya. [*]