Pos Darurat Dirusak Aparat, Mama-Mama di NTT Aksi Telanjang Dada
Berita Baru, NTT – Pos dan pagar jaga darurat yang dibangun warga untuk menolak pembangunan Waduk Lambo di Kampung Rendu Butowe, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT) dirusak aparat kepolisian, Kamis (9/12).
Berdasarkan keterangan Mama Mince, salah satu perempuan adat Kampung Rendu Butowe yang vokal menolak pembangunan waduk, aparat kepolisian mencoba masuk ke wilayah adat Rendu pada pagi hari.
Aparat tiba dengan membawa senjata laras panjang. Sebagian menggunakan sepeda motor, sebagian lainnya mobil.
Mendapati itu, warga berkumpul dan tidak mengizinkan mereka masuk ke wilayah adat, namun pihak aparat memaksa masuk.
Dari sini bentrok tidak bisa dihindari. Aksi saling dorong antara aparat dan warga pun pecah, bahkan ada aparat yang sampai mencekik warga.
Mendapati situasi semakin tidak kondusif, para mama melakukan aksi telanjang dada di depan aparat. Dari video yang beredar, tampak ada sekitar tiga (3) mama yang membuka baju dan menghadang aparat agar tidak masuk ke wilayah adat mereka.
Menurut Mama Mince, mereka memilih telanjang dada karena negara telah menelanjangi masyarakat adat dengan merenggut wilayah adatnya.
“Karena negara sudah menelanjangi kita dengan merampas wilayah adat kita, maka kami siap melakukan hal yang sama,” ungkapnya.
Bukan yang pertama
Aksi telanjang dada yang dilakukan para mama di Kampung Rendu Butowe tersebut bukanlah yang pertama.
Aksi telanjang dada, kata Mama Mince, sudah dilakukan dua kali ini untuk melawan aparat.
Apa yang warga adat lakukan, khususnya para mama, adalah untuk bertahan hidup. Sebab wilayah adat merupakan kehidupan itu sendiri bagi mereka.
“Kami bertahan untuk hidup, menghidupi keluarga kami, dan leluhur yang menitipkan wilayah adat pada kami. Kami butuh air, tetapi bukan air yang menenggelamkan hidup dan kehidupan kami,” ungkap Mama Mince.
Proyek pembangunan Waduk Lambo
Pembangunan Waduk Lambo masuk dalam daftar proyek strategis Pemerintah Pusat. Rencananya, pembangunan waduk akan memakan tiga (3) desa di Kecamatan Aesesa, yakni Desa Lambo, Desa Ndora, dan Desa Malapoma. Wilayah adat Rendu Butowe merupakan bagian dari Desa Malapoma.
Sejak awal rencana, lanjut Mama Mince, warga adat Rendu Butowe tidak setuju dengan pembangunan tersebut dengan berbagai alasan.
Advokasi sudah dilakukan sejak tahun 2015. Perempuan Adat di Komunitas Adat Rendu bahkan sudah mengirim surat ke Presiden Jokowi, meminta diadakan audiensi dan pemberian usulan agar lokasi pembangunan dipindah.
Namun, hingga saat ini, mereka tidak mendapatkan respons dari Presiden dan proses pembangunan masih berlanjut.
“Padahal aksi penolakan pun sudah banyak dilakukan, tapi proses masih berlanjut,” kata Mama Mince.
Warga tidak dilibatkan
Menurut Mama Mince, narasi yang beredar di masyarakat, nanti akan ada uang ganti tanah dari pemerintah, tapi hingga proses pengukuran dan pembangunan, tidak ada sepeser pun yang masyarakat terima.
Dalam proses tersebut juga warga sama sekali tidak dilibatkan, diajak diskusi, dan semacamnya. Semuanya dilakukan secara sepihak.
Meski demikian, tegas Mama Mince, bukan itu yang menjadikan warga menolak pembangunan waduk.
Aksi penolakan warga hingga para mama yang harus telanjang dada menahan aparat dilakukan karena wilayah adat tidak saja bagian dari kehidupan mereka, tapi kehidupan itu sendiri.
“Bukan itu tujuan dari masyarakat adat melakukan penolakan. Bagaimana pun mereka di sana tidak mau menerima uang ganti,” katanya.
Sampai berita ini diturunkan, Beritabaru.co sedang berusaha menghubungi pihak Polres Nagekoe untuk meminta keterangan lebih lanjut.