Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Polemik GTT/PTT, DPRD Sulbar: Kita Kekurangan 2000 Tenaga Pengajar
Suasana rapat Pansus GTT/PTT DPRD Sulawesi Barat

Polemik GTT/PTT, DPRD Sulbar: Kita Kekurangan 2000 Tenaga Pengajar



Berita Baru, SULBAR – Dalam rangka membahas polemik Pegawai Tidak Tetap (PTT) dan Guru Tidak Tetap, Panitia Khusus (Pansus) di DPRD Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar), menggelar Rapat Kerja (Raker), di Aula Kantor DPRD Sulbar, Rabu, (04/03).

Ketua Pansus DPRD Provinsi Sulawesi Barat, Sukri Umar, mengatakan, berdasarkan hasil kunjungannya ke sejumlah sekolah se Sulawesi Barat beberapa waktu lalu, pihaknya menemukan masalah yang cukup kompleks, khususnya menyangkut tenaga GTT.

“Rapat hari ini adalah rapat kerja Pansus. Kami ini sudah keliling dari sekolah ke sekolah se Sulawesi Barat, semua teman – teman sudah turun, dan memang ternyata kompleks sekali ini masalahnya PTT/GTT. Yang paling mendasar adalah kita kekurangan 2000 lebih guru,” ucap Sukri.

Polemik GTT/PTT, DPRD Sulbar: Kita Kekurangan 2000 Tenaga Pengajar
(Kiri) Ketua Pansus DPRD Provinsi Sulawesi Barat, Sukri Umar beserta anggota pansus dan jajaran pejabat Pemprov Sulbar. (Foto: Pemprov Sulbar)

Selain itu, ia juga berharap seluruh guru yang mengajar pada tiap sekolah di Sulawesi Barat, diisi oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), lantaran undang – undang  hanya mengakui keduanya.

“Sayang negara ini, hari ini untuk ASN itu kan menjadi gaweannya pemerintah pusat, kita hanya mengusul saja kan, kemudian juga GTT itu menurut undang-undang, harusnya menjadi kewenangan pusat juga, tapi ini sekarang karena negara ini, kondisi keuangan kita mungkin tidak memadai, sehingga rekrutmen PPPK itu tidak berjalan dengan sesuai dengan rencana, karena sudah lama saya dengar ini tapi belum ada realisasi,” katanya.

Lebih lanjut, ia juga menjelaskan dengan kurangnya tenaga pengajar serta tidak terealisasinya rekrutmen PPPK, membuat pemerintah Provinsi Sulawesi Barat, dengan sangat terpaksa harus menggunakan tenaga honorer atau GTT, agar proses belajar mengajar di sekolah tetap berjalan.

“Bayangkan kalau cuma kepala sekolah saja yang ASN, na kalau menurut undang – undang, berarti tidak ada dong disitu tenaga honorer, karena tidak diakui oleh undang-undang kita.  Untung lah kita di daerah ini apa boleh buat kita mengakomodir tenaga non PNS itu atau GTT, atau kalau di juknisnya bos itu namanya honorer,” jelasnya. (AU)