Plt Gubernur Didesak Proteksi Hutan Aceh dari Aktivitas Pertambangan
Berita Baru, Banda Aceh – Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh bersama Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) mendesak Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Nova Iriansyah untuk melakukan proteksi hutan Aceh dari kegiatan pertambangan.
Dua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menilai perlu bagi pemerintah Aceh untuk melakukan upaya proteksi hutan dan lahan untuk kepentingan perizinan tambang di Aceh.
Desakan tersebut tersampaikan dalam dalam kegiatan diseminasi data luasan hutan yang diselamatkan pasca pengakhiran 98 Izin Usaha Pertambangan (IUP), di Bin Hamid Cafe, Senin (30/9).
Kadiv Kebijakan Publik GeRAK Aceh, Fernan mengatakan, diseminasi data itu didasari atas Keputusan Gubernur Aceh No.540/1436/2019 tentang pengakhiran 98 IUP, dengan luasan mencapai 549.119 Hektare (Ha) yang diterbitkan 14 pemerintah kabupaten/kota.
Fernan menyebutkan, berdasarkan hasil analisis data terhadap luasan eks-Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) tersebut diperoleh seluas 305.589 Ha di kawasan hutan dan 242.499 Ha di areal penggunaan lain (APL).
“Dari eks-WIUP itu juga ada yang berada dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) seluas 181.673 Ha dan 79 persen merupakan kawasan hutan,” kata Fernan dalam keterangannya.
Temuan lain, kata Fernan, hasil interpretasi pantauan citra satelit yang dilakukan oleh HAkA, dari total luasan IUP diakhiri, sebanyak 286.293 Ha masih memiliki tutupan hutan, dan tersisa 48 persen dalam kondisi tidak berhutan.
Sementara itu, Sekretaris Yayasan HAkA, Badrul menyampaikan, terdapat beberapa point rekomendasi yang harus dilaksanakan pemerintah Aceh, diantaranya melakukan upaya validasi data dengan melakukan ground checking untuk mendapatkan gambaran sebenarnya terhadap eks-WIUP.
“Pemerintah Aceh harus mempertimbangkan kembali peruntukan bekas eks-WIUP di kawasan hutan maupun APL yang bernilai sosial dan ekologi tinggi,” terang Badrul.
Salain itu Fernan menegaskan kembali, pemerintah Aceh perlu mempertimbangkan kembali pemanfaatan hutan dan lahan sebagai potensi penggunaan dalam skema perhutanan sosial yang diintegrasikan dalam pola ruang Peninjauan Kembali (PK) Rancangan Tata Ruang Wilayah Aceh (RTRWA). Diusulkan menjadi PIAPS (Peta Indikatif Alokasi Perhutanan Sosial) di Aceh.
Tak hanya itu, Badrul juga menilai bahwa pemerintah Aceh perlu melanjutkan moratorium izin tambang guna menjamin peruntukan hutan dan lahan bagi perizinan sektor pertambangan, baik IUP Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Dalam Negeri (PMDN), dengan mempertimbangkan pembangunan berkelanjutan serta tujuan pembangunan Aceh sebagaimana UU Pemerintah Aceh.
“Kita juga berharap pemerintah Aceh dapat proaktif dalam mendesak penagihan kewajiban perusahaan tambang bersama Instansi lain yang sesuai dengan kewenangan di perundangan-undangan,” pungkas Badrul.