PLN Berkomitmen Menjadi Trader Karbon Terbesar di Indonesia
Berita Baru, Jakarta – PT PLN (Persero) siap mengambil peran sebagai trader karbon terbesar di Indonesia dengan rencananya untuk berpartisipasi di Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon).
Perusahaan ini berencana membuka akses sekitar 1 juta ton CO2, menunjukkan komitmennya dalam mendukung penurunan emisi dan percepatan transisi energi.
Keputusan PLN ini disambut baik oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar, yang menggambarkannya sebagai langkah besar dalam mendukung upaya mitigasi perubahan iklim di Indonesia.
“Hal ini menandakan langkah besar dalam mendukung upaya mitigasi perubahan iklim di Indonesia,” ucap Siti dalam keterangannya, Jumat (29/9/2023).
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menyatakan komitmennya untuk menjadi garda terdepan dalam upaya penurunan emisi melalui peran aktif dalam bursa perdagangan karbon di Indonesia. Salah satu langkah konkret yang telah diambil adalah melibatkan pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) Blok 3 Muara Karang, yang telah berhasil menurunkan karbon dioksida setara hampir 1 juta ton pada tahun 2022.
“PLN saat ini tidak hanya menyediakan listrik tetapi menghadirkan energi yang rendah emisi, itu dari mana? Ya tentu bersumber dari pembangkit energi baru terbarukan,” sebut Darmawan.
PLN juga telah memiliki platform PLN Climate Click di mana aktivitas perdagangan karbon, baik perdagangan emisi dan offset emisi, sudah dimulai sejak 8 September 2023.
“Ketika PLN masuk ke bursa dalam waktu dekat, kami akan langsung menjadi pemilik Sertifikat Penurunan Emisi (SPE) dengan penurunan emisi terbesar. Kami juga akan meluncurkan aplikasi PLN Climate Click yang sudah siap digunakan untuk perdagangan karbon yang belum dimiliki perusahaan lain,” tambah Darmawan.
Selain berfokus pada perdagangan karbon, PLN juga merancang skenario transisi energi yang ambisius melalui Accelerated Renewable Energy Development. Perusahaan berencana untuk meningkatkan pengembangan energi terbarukan hingga 75 persen pada 2040, dengan 25 persen di antaranya berasal dari gas alam.