PKB Tolak APBN Jadi Jaminan Kereta Cepat: Risiko Terlalu Besar!
Berita Baru, Jakarta – Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar mendukung keputusan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan yang menolak Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dijadikan penjamin utang proyek kereta cepat.
Ketum yang akrab disapa Gus Muhaimin menilai risiko keputusan tersebut terlalu besar. “Saya kira bagus (keputusan Luhut menolak permintaan China jadikan APBN sebagai penjamin utang KCJB). Risikonya terlalu besar kalau sampai APBN kita tersandera,” kata Gus Muhaimin dalam keterangan tertulisnya, dikutip Sabtu (15/4).
Wakil Ketua DPR RI Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) itu menegaskan, pemerintah harus lebih tegas dan memastikan proyek KCJB benar-benar business to business (B2B). Sehingga tidak membebani APBN sama sekali.
“Yang perlu dipastikan itu proyek KCJB seharusnya B2B. Saya kira cukup lah dana PMN disuntikkan, jangan lagi bebani APBN lagi sebagai penjamin investasi,” tegasnya.
Dia pun mengingatkan apabila APBN dijadikan jaminan utang proyek KCJB, maka konsekuensinya kondisi fiskal akan terbebani hingga puluhan tahun ke depan.
“Padahal kita tahu masih banyak diperlukan investasi, proyek-proyek besar di daerah-daerah yang saat ini masih berjalan. Jadi pada intinya hindari betul APBN kita jadi jaminan utang, jangan sampai tersandera,” jelasnya.
CDB Minta Jaminan APBN
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan bahwa China Development Bank (CDB) meminta adanya jaminan melalui APBN untuk memberikan pinjaman yang digunakan untuk membayar pembengkakan biaya (cost overrun) KCJB.
Namun demikian, Luhut Binsar Pandjaitan dengan tegas menolak usulan CDB tersebut. Ia lebih menawarkan penjaminan dari PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero).
Hal itu diungkapkan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi atau Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan setelah melakukan negosiasi denga CDB di Beijing.
Dia mengungkapkan, masih terdapat masalah psikologis terkait struktur pinjaman untuk menambal pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sebesar US$ 1,2 miliar atau setara Rp 18 triliun kepada Cina Development Bank atau CDB.
“Masih ada masalah psikologis, kemarin mereka [China] mau dari APBN, tetapi kita jelaskan kalau dari APBN itu prosedurnya jadi panjang makanya mereka juga sedang pikir-pikir,” kata Luhut saat konferensi pers Kerja Sama Indonesia-Cina, di Jakarta, Senin (10/4).
“Kami dorong melalui PT PII karena ini struktur yang baru dibuat pemerintah Indonesia sejak 2018,” sambung Luhut.
Dalam negosiasi tersebut, Luhut jga berhasil membujuk Cina untuk menurunkan bunga pinjaman proyek KCJB dari 4% menjadi 3,4%.
Menurutnya, bunga pinjaman yang ditawarkan tersebut sudah lebih rendah dibandingkan dengan bunga pemerintah AS atau bunga obligasi USD dari pemerintah Indonesia.
Luhut optimistis Indonesia bisa membayar pembengkakan biaya proyek KCJB. Hal itu didukung oleh penerimaan pajak yang naik sebesar 48,6% pada tahun 2022 lalu. Selain itu, Indonesia juga memiliki banyak sekali efisiensi akibat digitalisasi.