Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Pimpinan Negara ASEAN Capai Konsensus untuk Mendesak Junta Mengakhiri Krisis Politik Myanmar
(Foto: Reuters)

Pimpinan Negara ASEAN Capai Konsensus untuk Mendesak Junta Mengakhiri Krisis Politik Myanmar



Berita Baru, Internasional – Pemimpin-pemimpin negara di Asia Tenggara mendesak kepala tentara Myanmar untuk segera mengakhiri penumpasan yang terjadi sejak kudeta.

Lebih dari 700 orang tewas dan ribuan lainnya ditahan sejak pengambilalihan kekuasaan pada 1 februari oleh junta Myanmar.

Setelah KTT, muncul sebuah pernyataan yang mengatakan bahwa para pemimpin dan menteri luar negeri dari 10 anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Asean) telah mencapai konsensus. Kesepakatan itu di antaranya, bahwa mereka meminta penghentian segera kekerasan dan membuka dialog antara militer dan pemimpin sipil, dengan proses yang diawasi oleh utusan khusus Asean yang juga akan berkunjung dengan satu delegasi, serta menawarkan bantuan kemanusiaan.

Seperti dilansir dari BBC, Sabtu (24/4), hasil dari pada konsensus tersebut disambut baik oleh Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) Myanmar yang baru dibentuk. Kelompok terseut terdiri dari penentang kudeta – termasuk tokoh-tokoh pro-demokrasi, perwakilan dari kelompok etnis bersenjata dan mantan anggota pemerintahan mantan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi.

Setelah pertemuan yang diadakan di ibukota Indonesia, Jakarta, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong mengatakan bahwa pimpinan militer Myanmar “tidak menolak” kunjungan delegasi ASEAN atau bantuan kemanusiaan. “Dia mengatakan dia mendengar kami, dia akan menerima poin-poin yang dianggapnya berguna.”

Perdana Menteri Malaysia, Muhyiddin Yassin, juga menyerukan pembebasan tanpa syarat para tahanan politik. Situasi menyedihkan di Myanmar harus segera dihentikan, katanya.

Terlepas dari risiko arus pengungsi besar-besaran atau bahkan perang saudara, masih banyak kontradiksi dari para anggota ASEAN tentang apakah akan diadakan pertemuan atau tidak. Ada tanda-tanda jelas perpecahan antara pemerintah yang ingin mengambil tindakan dan yang tidak.

Perpecahan tersebut tampak terbagi secara garis geografis, dengan negara-negara “daratan” – yang secara fisik paling dekat dengan China – lebih menentang intervensi di Myanmar, sementara negara “maritim” – yang paling jauh dari China – lebih mendukung untuk mengambil tindakan.

Di antara kelompok yang terakhir, Indonesia adalah negara yang paling keras mendorong upaya kolektif untuk menanggapi krisis. Ia membujuk sembilan negara lainnya untuk mengambil sikap, bersatu membujuk junta Myanmar untuk mengakhiri krisis.

Saat KTT ASEAN, sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, António Guterres, menyerukan upaya penyelesaian krisis dan mencegah “kemungkinan implikasi kemanusiaan yang parah di luar perbatasan Myanmar,” kata juru bicara PBB Stephane Dujarric.

Dalam beberapa minggu terakhir, militer telah meningkatkan penggunaan kekuatannya terhadap pengunjuk rasa. Lebih dari 80 orang tewas dalam satu insiden di kota Bago awal bulan ini.