Petisi Tolak Tunda Pemilu 2024: Pelanggaran Hukum Tertinggi RI
Berita Baru, Jakarta – Sebanyak delapan LSM menggalang petisi penolakan penundaan Pemilu 2024. Mereka menilai penundaan Pemilu bertentangan dengan konstitusi Indonesia.
Sebagaimana yang tertuang Pasal 7 dan 22 ayat (1) UUD NRI 1945, memastikan presiden dan wakilnya hanya memegang jabatan selama lima tahun. Sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
“Kesimpulannya, menunda Pemilu 2024 berarti melanggar hukum tertinggi Negara Republik Indonesia,” tulis petisi itu, dikutip Kamis (3/3).
Dalam petisi juga ditegaskan penundaan Pemilu dan memperpanjang masa jabatan melanggar prinsip universal demokrasi dan prinsip pemerintahan presidensial.
Menunda Pemilu dengan alasan ekonomi terdampak pandemi COVID-19 juga bertolak belakang dengan kebijakan pemerintah sebelumnya, yakni Pilkada 2020 yang digelar saat kasus COVID-19 sedang tinggi.
“Semua itu menjelaskan bahwa, penundaan Pemilu 2024 menyerta perpanjangan masa jabatan presiden, melanggar aspek hukum, politik, dan ekonomi,” katanya.
Atas dasar itulah, petisi tersebut menegaskan penting bagi warga negara untuk menolak penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden.
“Atas nama negara hukum, politik demokratis, dan keberdayaan ekonomi: tolak penundaan Pemilu 2024!” tukasnya.
Sebelumnya, wacana penundaan Pemilu mencuat dalam beberapa hari terakhir. Sejumlah partai seperti PKB, Golkar, dan PAN menyatakan sepakat Pemilu ditunda. Wacana ini mendapatkan kritis keras dari banyak pihak.
Delapan LSM yang menggalang penolakan publik melalui laman change.or.id, diantaranya:
DEEP Indonesia, Indonesia Corruption Watch (ICW), Indonesian Parliamentary Center (IPC), Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI), Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Komite Independen Sadar Pemilu (KISP).
Komite Pemantau Legislatif (Kopel), Konstitusi Demokrasi (Kode) Inisiatif, Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum, Universitas Andalas.