Petani Milenial Penerus Masa Depan Pertanian Nasional
Berita Baru, Jakarta – Target pembangunan pertanian nasional adalah pencapaian yang harus disandarkan pada pundak para petani milenial, bukan petani tua.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Ditjen Perkebunan (Ditjenbun) Kementerian Pertanian (Kementan) Dedi Junaedi dalam Festival Petani Milenial “Ayo Kitorang Pulang Bangun Kampung”, Kamis (28/10).
Ada dua alasan secara umum, mengapa Dedi menyebut demikian.
Pertama, anak muda lebih akrab dengan penggunaan teknologi dibanding kalangan tua.
Kedua, berdasarkan data yang dipaparkan Dedi, hampir semua petani tua di Indonesia adalah tamatan SD, jika bukan tidak lulus SD atau bahkan tidak pernah mengenyam dunia pendidikan.
“Petani lulusan perguruan tinggi di Indonesia hanya sekitar 1,5% dari jumlah total dan ini semuanya adalah petani milenial,” ungkap Dedi dalam Webinar yang diselenggarakan oleh Perkumpulan untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK) Surabaya didukung The Asia Foundation (TAF) dan bekerja sama dengan Beritabaru.co.
“Jadi, adalah tidak mungkin jika tujuan pembangunan pertanian untuk dibebankan pada petani tua atau para petani,” imbuh pria yang menggantikan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sebagai pembicara kunci ini.
Dengan ungkapan lain, Dedi menilai untuk menyediakan pasokan pangan nasional, meningkatkan kesejahteraan petani yang mengandaikan adanya penguasaan teknologi modern, dan menggenjot ekspor adalah lebih masuk akal jika ditangani oleh petani milenal.
Hal senada diungkapkan oleh Director TAF on Enviromental Governance Lili Hasanuddin.
Lili menegaskan pemuda merupakan tulang punggung pembangunan pertanian Indonesia.
Menurut Lili, hal ini berkaitan erat dengan perlunya Pertanian di Indonesia untuk bertransformasi dari model tradisional ke model modern.
Ciri sederhana pertanian modern adalah pengoptimalan teknologi di sektor pertanian.
“Dan soal teknologi, siapa lagi yang lebih bisa kecuali anak-anak muda? Itulah kenapa pemuda adalah tulang punggung masa depan pertanian nasional,”ujar Lili.
Di sisi lain, sebagaimana disampaikan Country Representatives TAF Sandra Hamid, syarat utama agar pembangunan pertanian berkelanjutan di Indonesia berjalan baik adalah dengan adanya keterlibatan langsung dari pemuda.
“Ada dua syaratnya. Pertama perbaikan kualitas komoditas yang sudah ada dan keterlibatan pemuda secara aktif,” kata Sandra dalam diskusi yang disiarkan langsung melalui Kanal Youtube Beritabaruco ini.
Di balik Para Pemuda yang Meninggalkan Desa
Sementara itu, dalam webinar bertajuk Cipta Pertanian Berkelanjutan Bersama Pemuda ini, Pengasuh Pesantren Ekologi Garut Nisya Saadah Wargadipura menengarai bahwa salah satu alasan mengapa banyak pemuda meninggalkan desa adalah faktor kurikulum pendidikan.
Menurut Nisya, kurikulum yang dipakai di sekolah sejak SD sampai perguruan tinggi secara tidak langsung mendorong para anak muda agar meninggalkan desa.
“Akibatnya, di desa-desa itu yang tersisa ya hanya para orang tua. Jika ada pemuda pun, itu tidak banyak dan biasanya justru yang potensial berada di luar,” ungkap Nisya.
Untuk itu, sebagai salah satu upaya agar para pemuda berkenan untuk kembali ke desa dan turut membangun desa, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) mengembangkan apa itu yang disebut sebagai sistem SDGs.
Hal ini seperti yang disampaikan oleh Harlina Sulistyorini Dirjen Pengembangan Ekonomi dan Investasi Desa.
Harlina mengungkap, melalui sistem tersebut apa saja terkait potensi desa bisa terangkum di dalamnya, seperti jumlah pemuda dan komoditas unggulan desa.
“Meski demikian, yang menjadi prioritas kami tetaplah desa-desa tertinggal,” kata Harlina dalam webinar yang dipandu oleh Susana Florika Marianti, Mace Papua Radio Pro 2 RRI Merauke.
Perlu diketahui, diskusi ini dihadiri pula oleh Untung Tamsil Bupati Fakfak, Rini Modouw Staf KSP, Yuliati Umrah Yayasan ALIT, Ganang Aziz Nurhuda Agradaya, Inneke Kusumawaty Koordinator Kelompok Penyelenggaraan Pendidikan Pertanian, dan Akbar Fernando Pemenang Juara1 Tik Tok Challange.