Pertemuan G20 Gagal Capai Kesepakatan Pemangkasan Bahan Bakar Fosil
Berita Baru, Jakarta – Pertemuan negara-negara anggota G20 yang berlangsung di India pada Sabtu (23/7) kemarin, gagal mencapai kesepakatan terkait pemangkasan bahan bakar fosil. Kegagalan ini terjadi karena protes dari beberapa negara produsen yang menolak menghentikan penggunaan energi fosil secara bertahap.
Para ilmuan dan aktivis lingkungan merasa jengkel atas kegagalan ini. G20 dinilai lamban dalam upaya mencegah pemanasan global, terutama di tengah cuaca ekstrem yang sedang melanda negara-negara seperti Amerika Serikat (AS) dan China.
Negara-negara anggota G20 bertanggung jawab atas lebih dari tiga perempat dari total emisi global. Oleh karena itu, upaya kolektif kelompok ini untuk mendekarbonisasi sangat penting dalam menghadapi tantangan perubahan iklim global.
Pada Jumat (21/7/2023) lalu, Reuters menerima salinan draf yang menekankan pentingnya menghentikan penggunaan bahan bakar fosil secara bertahap, sesuai dengan situasi nasional masing-masing negara.
Namun, saat pertemuan berlangsung, pejabat G20 justru mengeluarkan pernyataan yang mengekspresikan kekhawatiran beberapa negara anggota terkait rencana tersebut. Hal ini tidak sesuai dengan draf sebelumnya.
“Masing-masing negara memiliki pandangan berbeda tentang teknologi pengurangan dan penghilangan masalah yang dihadapi,” kata Menteri Ketenagalistrikan India, R.K. Singh, seperti yang dilaporkan oleh Reuters pada Minggu (23/7/2023).
Penggunaan bahan bakar fosil menjadi topik perdebatan dalam pertemuan G20 kali ini. Rencananya, para anggota akan menyampaikan komunike bersama pada akhir pertemuan.
Namun, rencana itu dibatalkan karena perbedaan pendapat tentang pengurangan energi fosil, termasuk soal target peningkatan energi terbarukan hingga tiga kali lipat pada tahun 2020.
Singh menyebut beberapa negara ingin menggunakan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture and Storage/CCS) daripada pengurangan bertahap bahan bakar fosil.
Namun, ia tidak menyebutkan negara mana saja yang mengusulkan ide tersebut.
Beberapa negara anggota G20 yang merupakan produsen utama bahan bakar fosil, seperti Arab Saudi, Rusia, Cina, Afrika Selatan, dan Indonesia, diketahui menentang target peningkatan energi terbarukan sebanyak tiga kali lipat dalam dekade ini.