Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Perludem Cs Harap Pedoman Etik Kampanye di Media Sosial Dapat Tingkatkan Kesadaran Publik

Perludem Cs Harap Pedoman Etik Kampanye di Media Sosial Dapat Tingkatkan Kesadaran Publik



Berita Baru, Jakarta – Koalisi untuk Etika Media Sosial telah meluncurkan rumusan Pedoman Etik Kampanye Politik di Media Sosial untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada 2020) pada Minggu, 22 November 2020 lalu. 

Pedoman Etika ini digagas dan didorong  oleh 11 kelompok masyarakat sipil dan asosiasi, yaitu Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Saraswati, Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM), Centre for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada, Universitas Atma Jaya,  Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Koalisi Perempuan Indonesia, Generasi Melek Politik, Komite Independen Sadar Pemilu, Warga Muda, Rumah Kebangsaan, dan Democracy and Electoral and Empowerment Partnership.

Peneliti Perludem Mahardhika berharap, pedoman etik kampanye di media sosial untuk Pilkada 2020 ini dapat meningkatkan kesadaran publik bahwa ada risiko yang berbahaya terhadap demokrasi.

“Kami berharap pedoman ini meningkatkan awareness publik bahwa ada risiko yang berbahaya terhadap demokrasi kalau tidak diregulasi dengan baik,” kata Mahardhika kepada Beritabaru.co, Kamis (3/12).

Pada Pilkada 2020 yang diselenggarakan di tengah pandemi Covid-19, media sosial menjadi wadah efektif dalam menjalankan kampanye tanpa mengundang kerumunan. Lebih dari itu, media sosial dapat memberikan ruang untuk berpendapat yang memungkinkan peningkatan partisipasi politik, memperkaya informasi bagi pemilih, dan bahkan dapat meningkatkan kualitas demokrasi itu sendiri. 

Di sisi lain, terdapat keprihatinan yang meluas dari beberapa elemen masyarakat terhadap media sosial yang justru dapat mengganggu stabilitas demokrasi akibat fanatisme politik yang berlebihan yang dipicu oleh paparan informasi yang keliru. Hal tersebut juga dikhawatirkan dapat berdampak pada konflik luring hingga kerusakan tatanan sosial.

Berangkat dari latar belakang tersebut, Saraswati, Perludem, Centre for Humanitarian Dialogue (HD) melakukan kajian singkat mengenai risiko dalam kampanye melalui media sosial. Kajian singkat ini mengidentifikasi 17 risiko umum dan sembilan risiko prioritas yang paling rentan terjadi di Pilkada 2020. Kajian ini dilanjutkan dengan pemetaan kesenjangan dalam regulasi untuk mengatasi risiko tersebut.

Sembilan risiko prioritas tersebut adalah hoaks, misinformasi, perilaku non-autentik, kampanye hitam, penggunaan bot, influencer maupun buzzers. Kemudian aliran dana yang tidak transparan, politik identitas, hingga penggunaan akun palsu atau anonim.

Pedoman Etik Kampanye Politik di Media Sosial kemudian disusun untuk mengatasi kesenjangan tersebut. Pedoman singkat ini diluncurkan sebagai dorongan moral agar calon kepala daerah, platform media sosial, kelompok masyarakat sipil dan media bersama-sama dengan KPU dan Bawaslu berkomitmen penuh menjaga etika selama masa kampanye di media sosial.  

Dalam praktiknya, pedoman etika ini tidak memaksa dan cenderung mendorong pemahaman yang lebih komprehensif dari setiap pihak. Selain itu, Organisasi Masyarakat Sipil juga berkomitmen untuk secara proporsional memberikan asistensi terhadap Kandidat/Partai Politik dan Platform Media Sosial dalam memenuhi komitmen-komitmen di atas dan memberikan apresiasi secara proporsional bagi Kandidat/Partai Politik maupun Platform Media Sosial yang memenuhi komitmen-komitmen yang ada.

Mahardhika mengatakan, peluncuran pedoman etik kampanye di media sosial untuk Pilkada 2020 ini dibuat untuk mengisi kekosongan atau celah hukum yang menurutnya belum memadai. 

“Kami meluncurkan pedoman etik itu untuk mengisi kekosongan atau celah hukum yang menurut kami belum memadai untuk memitigasi risiko-risiko yang ada di media sosial saat masa kampanye,” ujar Mahardhika.

Mahardhika menyebut, pedoman etik ini merupakan solusi taktisnya untuk Pilkada 2020 agar semua pihak berkomitmen dapat berkampanye secara beretika di media sosial. “Tapi inisiatifnya tentu tidak lantas berhenti di Pilkada 2020,” ujarnya.

Dia juga berharap, pedoman ini bisa menjadi awalan rekomendasi pengaturan agar dapat memulai memikirkan untuk membuat media sosial menjadi ruang yang aman bagi pemilih mengakses informasi. 

“Dan kami berharap pedoman ini bisa jadi awalan atau embrio rekomendasi pengaturan agar kita sama-sama mulai memikirkan untuk membuat media sosial itu jadi ruang yang aman bagi pemilih mengakses informasi,” tandas Mahardhika.