Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Peristiwa Kemanusiaan Parigi Moutong Sulteng, JATAM: Gubernur dan Kapolda Cenderung Jadi Centeng Oligarki Tambang
Aparat Kepolisian saat melakukan pengamanan aksi demonstrasi warga penolak tambang PT Trio Kencana pada Sabtu (12/2) kemarin. (Foto: Istimewa)

Peristiwa Kemanusiaan Parigi Moutong Sulteng, JATAM: Gubernur dan Kapolda Cenderung Jadi Centeng Oligarki Tambang



Berita Baru, Jakarta – Aksi warga penolakan tambang PT Trio Kencana pada Sabtu (12/2) kemarin mendapat tindakan represif dari aparat kepolisian. Massa aksi dibubarkan paksa, sebanyak 59 orang ditangkap semena-mena, dan satu orang tewas diduga ditembak aparat kepolisian.

Jaringan Tambang (JATAM) Nasional menilai tindakan penangan aksi demonstrasi tersebut menunjukkan watak institusi kepolisian yang tidak humanis, bahkan cenderung menjadi centeng oligarki tambang.

“Brutalitas aparat kepolisian dalam penanganan aksi demonstrasi dari warga di Kecamatan Toribulu, Kasimbar, dan Kecamatan Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah pada Sabtu, (12/2) kemarin, menunjukkan watak institusi kepolisian yang tidak humanis, bahkan cenderung menjadi centeng oligarki tambang,” kata Muh. Jamil, Divisi Hukum JATAM Nasional dalam keterangan tertulisnya, Senin (14/2).

Bahkan menurut Jamil respon Kapolda Sulteng, Irjen Pol Rudy Sufahriadi, terhadap peristiwa kemanuisaan di jalan trans nasional Sulawesi, Desa Tada, Tinombo Selatan, Parigi Moutong, mempertegas aparat kepolisian yang tidak bertanggung jawab.

“Respon Kapolda Sulteng, Irjen Pol Rudy Sufahriadi, yang hanya meminta maaf kepada keluarga korban, sembari mendorong penegakan hukum atas kedua belah pihak secara profesional (warga yang memblokir jalan dan polisi sebagai terduga pelaku), mempertegas betapa tidak bertanggung jawabnya aparat kepolisian,” ujarnya.

Ia melihat Kapolda Sulteng tampak mencoba cuci tangan, seolah-olah, kejadian penembakan massa aksi hingga tewas itu hanya kesalahan personal terduga pelaku, bukan bagian dari masalah institusi yang tidak becus dalam menangani massa aksi.

“Selain itu, pernyataan Kapolda Sulteng yang akan memproses hukum massa aksi yang memblokir jalan umum, juga menunjukkan taktik kepolisian yang mencoba menghindar dari akar masalah sesungguhnya: izin tambang yang terbit tanpa sepengetahuan dan ditolak warga, juga janji gubernur Sulteng untuk menemui massa aksi yang tidak ditepati,” terangnya.

Jamil juga melihat tanggapan serupa dari Gubernur Sulawesi Tengah Rusdy Mastura, yang sekadar menyayangkan adanya aksi unjuk rasa dengan menutup jalur trans Sulawesi dan menyebut, tidak seharusnya bentrokan terjadi sehingga merenggut nyawa warga serta mendesak aparat keamanan untuk menangkap korlap aksi.

“Pernyataan kader Partai NasDem itu, hendak menyudutkan warga, seolah-olah biang kerok dari kejadian kemarin adalah warga itu sendiri. Rusdy tampak menggiring opini publik untuk mengamankan kepentingan dan nama baiknya sendiri,” tuturnya.

“Padahal, pemblokiran jalan yang dilakukan massa aksi itu berangkat dari kebijakan pemerintah yang secara sepihak menerbitkan izin tambang, berikut janji gubernur Rusdy untuk bertemu dengan massa aksi yang tidak ditepati,” tambah Jamil.

Menyikapi hal tersebut JATAM mengecam keras pernyataan Kapolda dan Gubernur Sulteng yang tampak gagap membaca akar masalah, cenderung mengamankan kepentingan dan nama baik diri dan institusi, lalu cenderung melempar kesalahan ke pihak warga.

“JATAM mendesak Kapolri untuk turun tangan, menyelidiki terduga pelaku penembakan massa aksi, sekaligus lakukan penegakan hukum yang tegas dan terbuka. JATAM juga mendesak Menteri ESDM untuk segera mencabut izin tambang PT Trio Kencana,” tukasnya.