Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Peringati Aksi Represi Berdarah 1988, Penduduk Myanmar Gelar Aski Seruan Lawan Kudeta
(Foto: Anadolu Agency)

Peringati Aksi Represi Berdarah 1988, Penduduk Myanmar Gelar Aski Seruan Lawan Kudeta



Berita Baru, Internasional – Pada Minggu (8/8), penduduk Myanmar menggelar aksi memperingati aksi represi berdarah terhadap demonstrasi anti-junta pada 1988 silam.

Menurut laporan Reuters, Senin (9/8), sejumlah rekaman mengenai agenda tersebut diunggah kelompok oposisi di Facebook. Tercatat ada enam aksi digelar di sejumlah lokasi berbeda di Myanmar pada Minggu kemarin.

Pada 8 Agustus 1988, sekitar 3.000 orang dilaporkan meninggal akibat aksi represif aparat keamanan menumpas gerakan menolak junta saat itu.

“Utang dari aksi 1988 harus dibayar pada 2021,” kata para pengunjuk rasa di Kota Wundwin, Mandalay, seperti terekam dalam video yang diunggah ke Facebook.

Aksi unjuk rasa memperingati tragedi 1988 juga digelar di Kota Myaing. Para demonstran membawa poster bertuliskan ‘Mari berjuang bersama untuk melanjutkan pembebasan rakyat dari 8-8-1988’.
Terkait aksi yang digelar di sejumlah daerah, junta Myanmar belum memberikan tanggapan ketika diminta pendapat.

Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar (Tatmadaw), Jenderal Min Aung Hlaing, malah menerbitkan pernyataan terkait hari jadi Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) yang ke-54 tahun.

Akan tetapi, Min tidak sedikit pun menyinggung soal utusan khusus ASEAN, Erywan Yusof, buat menangani persoalan Myanmar.

Erywan yang merupakan Menteri Luar Negeri Brunei Darussalam ditugaskan mengakhiri aksi kekerasan di Myanmar akibat kudeta, serta menjadi penengah dialog antara militer dan kelompok oposisi.

Dalam pernyataannya pekan lalu, Erywan meminta supaya seluruh pihak-pihak yang bertikai memberikan akses penuh kepadanya ketika dia berkunjung ke Myanmar. Akan tetapi, jadwal kunjungan Erywan ke Myanmar belum dirinci.

Militer Myanmar kembali melakukan kudeta pada 1 Februari lalu dengan dalih menjaga amanat undang-undang dasar negara dan menuduh pemilihan umum pada November 2020 sarat kecurangan.
Mereka juga membatalkan hasil pemilu 2020 yang dimenangkan oleh Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) dan Aung San Suu Kyi. Padahal Komisi Pemilihan Umum Myanmar sebelum dibubarkan menyatakan pemilu itu digelar dengan adil dan terbuka.

Usai kudeta, junta Myanmar sempat berjanji akan memberlakukan status darurat nasional selama satu tahun dan menggelar pemilu ulang. Namun, mereka malah memutuskan mengangkat Min sebagai Perdana Menteri dan memperpanjang darurat nasional sampai Agustus 2023.

Selain krisis politik dan demokrasi, Myanmar saat ini juga dilanda krisis di bidang kesehatan akibat lonjakan kasus infeksi Covid-19.