Peringatan Ke-89 Hari Revolusi Siam, Pasukan Pro-Demokrasi Thailand Gelar Aksi
Berita Baru, Internasional – Ratusan pasukan pro-demokrasi berkumpul untuk melakukan unjuk rasa pada Kamis (24/6), yang bertepatan dengan peringatan ke-89 hari Revolusi Siam di Bangkok, Thailand.
Peserta aksi menyerukan tuntutan agar pemerintahan Thailand saat ini yang dipimpin mantan jenderal militer Prayut Chan-O-Cha mundur.
Para massa itu tak gentar, meskipun sebelumnya polisi melarang kegiatan unjuk rasa dengan dalih pandemi Covid-19.
Massa terlihat berkumpul di depan Monumen Demokrasi lalu berjalan bersama menuju gedung parlemen memprotes kekuasaan Prayut yang telah menjadi perdana menteri sejak kudeta 2014 silam.
Som, salah seorang siswa berusia 16 yang ikut dalam unjuk rasa itu mengatakan dirinya memberanikan diri untuk ikut berjuang di tengah pandemi Covid demi kemajuan bangsa Thailand dalam berdemokrasi.
“Kami tak pernah memiliki demokrasi yang nyata. Negara ini tidak pernah maju kemana-mana,” ujar Som seperti dikutip dari AFP.
Pemimpin demonstran siswa, Parit ‘penguin’ Chiwarak yang baru bebas dari penjara bulan lalu karena hukuman menghina kerajaan terilhat hadir pula di tengah massa pengunjuk rasa. Parit yang bebas dari dalam tahanan setelah membayar jaminan itu terlihat membawa sebuah bendera, memukul drum menggunakan mahkota raja imitasi.
“Tuntutan kami tak akan kurang… konstitusi mesti datang dari rakyat,” ujar orator Jatupat ‘Pai’ Boonpattararaksa dalam orasinya dengan pengeras suara portabel.
Beberapa demonstran terlihat membawa poster bertuliskan, “Hapuskan 112”, yang merujuk pada undang-undang pencemaran nama baik kerajaan. Siapapun yang didakwa melanggar hukum itu akan terancam 15 tahun bui jika terbukti di penjara.
Bukan hanya di Bangkok, unjuk rasa pun digelar di beberapa kota seperti Chiang Mai dan Nakhon Si Thammarat.
Gerakan prodemokrasi Thailand bergelombang terjadi tahun lalu, meskipun di tengah pandemi Covid hingga saat ini. Tuntutan paling keras dari para demonstran adalah mereformasi sistem monarki kerajaan dalam ketatanegaraan negara tersebut.
Namun demikian, bukannya tanpa perlawanan dari kekuasaan, sekitar 150 orang telah didakwa sejak gerakan itu dimulai, dengan para pemimpin kunci dipukul dengan berbagai tuduhan di bawah undang-undang pencemaran nama baik kerajaan Thailand. Banyak dari mereka dibebaskan dengan jaminan dengan syarat termasuk tidak memprotes.