Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

KLHK
Para narasumber terlihat sedang mengamati pemutaran video dalam Talk Show Indonesia Pavilion COP26 UNFCCC Jakarta-Glasgow, Senin (8/11). (Foto: Screenshot)

Perempuan Garda Depan Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan



Berita Baru, Jakarta – Perbincangan peran perempuan dalam bisnis dan pendanaan pembangunan berkelanjutan merupakan soft diplomasi sekaligus hard diplomasi untuk menyuarakan strategi, komitmen, dan inovasi pemerintah indonesia kepada dunia internasional tentang kebijakan afirmasi pengarusutamakan gender (PUG) dalam penanganan perubahan iklim dalam bingkai pembangunan berkelanjutan.

Isu kesetaraan gender telah menjadi salah satu isu utama yang dipromosikan kepada masyarakat Indonesia dan di berbagai belahan negara di dunia. Meskipun kampanye besar untuk mempromosikan kesetaraan gender telah digalakkan sejak beberapa dekade, namun kita sadari masih ada hambatan-hambatan dalam implementasinya.

“Namun dengan upaya kerja keras dan  kerja sama para pihak kami yakin hambatan itu aka teratasi,” kata Apik Karyana, Koordinator Pokja PUG KLHK, Kepala Biro Perencanaan dalam acara Talk Show Perempuan dan Ekonomi Hijau dengan tajuk Kontribusi Dan Kepemimpinan Perempuan Dalam Bisnis Dan Pendanaan Pembangunan Berkelanjutan di Jakarta, pada Senin (8/11).

Isu gender dan kelestarian lingkungan saling terikat secara erat. Partisipasi perempuan yang tidak setara dalam proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan hutan akan menghambat pelaksanaannya. Lahan sangat penting dalam mengamankan sumber daya mata pencaharian termasuk makanan dan air yang ada di dalam kawasan hutan.

“Studi indonesia menunjukkan bahwa pengamanan hak tanah bagi perempuan dan laki-laki menjadi kontribusi dalam rangka peurunan laju deforestasi,” terang Apik.

Skema Transfer Anggaran Berbasis Kinerja Ekologis (TAKE)

Rini Kurnia Solihat, selaku Kepala Bidang Bina Keuangan  DPMD Kab Kubu Raya, Kalimantan Barat mengatakan bahwa pihaknya mencoba menerapkan Ekologikal Fiskal Transfer (EFT) atau Transfer Anggaran Berbasis Kinerja Ekologis (TAKE) sebagai upaya untuk mendukung peran perempuan dan ekonomi hijau dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Rini, sapaan akrabnya, menyebut ada beberapa dasar Pemkab Kubu Raya menerapkan TAKE EFT dari Kabupaten kepada Desa. Pertama karena adanya kesadaran bahwa desa adalah bagian dari Indonesia, sebagai sebuah entitas yang punya peran dalam poses pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Juga sesuai degan Nawacita Preside RI Jokowi agar desa punya pera dalam proses pembangunan Indonesia.

Kedua, lanjut Rini, berhubungan dengan kondisi dan latar belakang pemerintah Kabupaten Kubu Raya yang luas Wilayah hutannya mencapai 45% dari total luas wilayah Kabupaten. Di dalamnya juga punya hutan mangrove yang besarannya mencapai 75% dari total luas wilayah hutan mangrove se kalimantan Barat.

“Karena latar belakang yang luar biasa seperti ini, pemerintah Kabupaten Kubu Raya mencoba untuk menerapkan EFT atau TAKE melalui skema reformulasi perhitungan terhadap alokasi dana desa yang diberikan desa setiap tahun, yang merupakan kewajiban dari Pemkab,” ungkap  Rini.

“Namun kita melakukan reformulasi perhitungannya, menjadi ada perhitungan alokasi kinerja yang berhubungan dengan prestasi desa dengan kinerja baik desa dalam hal pengelolaan lingkungan dan juga berkelanjutan,” tukasnya.

Garda Depan Penjaga Hutan

Elvi Putri Yanti warga Desa Oo, Kecamatan Kulawi Selatan, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah mengungkap bahwa perempuan di desanya memilki tanggung jawab untuk menjamin  ketersediaan pangan bagi anggota keluaganya. Sementara sumber terbesar hasil pangan tersebut berasal dari hutan.

“Saya berfikir bagaimana cara memberdayakan perempuan-perempuan yang ada di Desa. Saya dengan segala keterbatasan membentuk kelompok perempuan pertama pada tahun 2015 yang diberi nama Kelompok Wanita Tani Mawar Melati dan pada tahun 2020 bersama forest program kami membentuk kelompok tani hutan, Wanita Tani Hutan Trigona,” katanya.

Sebagai Ketua Kelompok Perempuan Trigona, Elvi berharap perempuan di desanya bisa mandiri dengan mengelola sumber daya alam yang ada mejadi sebuah produk untuk tambahan penghasilan bagi keluarganya masing-masing. Diantaranya, produk kopi (kopi robusta), bawang goreng, dan aneka kripik.

“Daerah Sigi pegunungan, kami tidak memiliki laut, tentunya kami tidak terlepas dari hutan dan sumberdaya alam yag ada. Jika hutan dan lingkungan kami rusak, maka yang paling mengalami dampak adalah kami. Khususnya perempuan. Karena Perempuan bertanggung jawab penuh untuk atas ketersediaan pangan bagi anggota keluaganya,” terangnya.

Untuk minimalisir terjadi kerusakan hutan, sebagai sumber pangan bagi masyarakat setempat, pihaknya terus melakukan beragam upaya dan pelatihan cara mengelola hutan dengan baik dan ramah lingkungan. Beberapa contoh, misalnya, tidak melakukan pembakaran, melakukan penanaman ulang serta memanfaatkan tanaman tahunan.

“Kami berpikir, bagaimana nasib generasi kami ke depan jika hutan kami rusak dan lingkungan kami rusak. Makanya kami di kelompok perempuan membentuk satu kelompok untuk melarang membakar hutan dan menebang pohon. Dan di forest program juga kami diajarkan untuk menanam poon dan tanaman tahunan lainnya,” tuturnya.

Kelompok perempuan setempat berharap selain mendapatkan hasil dari tanaman tahunan, juga dapat mengurangi resiko erosi atas tanaman kayu yang punya nilai ekonomi. “Di kabupaten Sigi rawan dengan bencana alam, sering banjir, longsor dan gempa bumi. Maka dari sinilah kami melihat bawa perlunya kaum perempuan bersama-sama dengan laki-laki untuk menjaga sumberdaya alam dan lingkungan,” tukasnya.

Perempuan dalam Bisnis Hijau

Martinus K Anggara Asda, Chief Supply Chain Management of Timurasa mengungkap bahwa pihaknya telah melakukan banyak kerja sama untuk membangun ekonomi hijau di Indonesia. Salah satunya dengan masyarakat pulau Makean, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara berupa produk Kacang Kenari.

“Disana kami bekerja sama sejak tahun 2017 dan Kacang Kenari menjadi salah satu produk pertama dari Timur Rasa Indonesia. Kenapa Kacang Kenari? Karena ini Kacang endemik Indonesia dan hasil hutan yang memilik manfaat, selain ekonomi, juga lingkungan dan sosial,” kata Martinus.

Dalam diskusi yang dipandu Bernd Unger, CTA Forest Programme III, Martinus juga menyampaikan, Pohon Kenari bagi masyarakat Makean juga bermanfaat sebagai tempat penyimpanan air secara alami. “Mereka membuat sawah dan sawah itu diairi dari hutan Kenari,” ujarnya.

Terkait peran serta perempuan dalam pengelolaan Kenari di Makean cukup aktif. “Pembagian antara laki-laki dan perempuan terkait pekerjaan, sudah terbentuk suatu sistem. Misalnya laki-laki yang memanjat pohon Kenari, sementara perempuan memungut yang jatuh ke tanah hingga, mengupas atau memecah cangkangnya hingga pengolahan,” tuturnya.

Menurut Martinus, pihaknya juga melakukan pelatihan keterampilan mengenai pengolahan Kenari. “Yang kita lakukan disana juga mengajarkan tentang cara meningkatkan masa simpan. Kami bekerjasama dengan BUMDes dan para perempuan disana untuk melakukan pengupasan Kacang Kenari supaya masa simpannya lebih panjang,” jelasya.

Sehingga dengan masa simpan yang cukup panjang, produk kepulauan Indonesia bisa didistribusikan  di lokasi atau pasar yang lebih luas. “Jadi bukan cuma di sekitaran pulau mereka saja, tapi bisa sampai ke Jakarta bahkan sampai luar negeri. Terkait Kacang Kenari kami banyak berkolaborasi dengan beberapa pihak,” tandasnya.