Perempuan Afghanistan Segera Diizinkan Kembali Sekolah
Berita Baru, Kabul – Perempuan Afghanistan segera diizinkan kembali sekolah dan akan segera mendapat pendidikan di universitas maupun sekolah umum serta diperbolehkan untuk mengajar.
Hal itu disampaikan oleh juru bicara kementerian dalam negeri Afghanistan, Qari Saeed Khosty pada Minggu (17/10) kepada Al Jazeera.
“Dari pemahaman dan informasi saya, dalam waktu yang sangat singkat semua universitas dan sekolah akan dibuka kembali dan semua anak perempuan dan para perempuan akan kembali ke sekolah dan juga pekerjaan mengajar mereka,” katanya.
Setelah pengambilalihan Afghanistan oleh Taliban, para remaja perempuan dilarang untuk pergi ke sekolah dan harus tinggal di rumah sampai “lingkungan belajar yang aman” dapat dibangun.
Namun, semua anak laki-laki diperbolehkan kembali ke sekolah dan anak kecil perempuan diperbolehkan kembali ke sekolah dasar.
Pengecualian terhadap remaja perempuan atau lebih tua telah memperburuk kekhawatiran dunia bahwa Taliban mungkin akan memberlakukan aturan keras mereka pada 1990-an di mana perempuan dan anak perempuan secara hukum dilarang mengenyam pendidikan dan dan mendapat pekerjaan.
Khosti juga menegaskan waktunya ‘sudah dekat’ untuk para remaja perempuan kembali ke sekolah menengah dan guru perempuan juga akan kembali mengajar.
mereka akan segera kembali,” kata Stefanie Dekker dari Al Jazeera, melaporkan dari Kabul.
“Ini adalah sesuatu yang telah kami dengar dari Taliban sejak mereka mengambil alih kekuasaan. Ya, mereka akan kembali. Tapi itu akan memakan waktu. Dan tentu saja, itu merugikan banyak remaja perempuan,” kata Stefanie Dekker dari Al Jazeera melaporkan dari Kabul.
“Mereka ingin kembali ke sekolah, mereka ingin melanjutkan studi. Ini juga merupakan salah satu tuntutan masyarakat internasional agar Taliban melindungi dan menjaga hak-hak anak perempuan dan perempuan untuk pergi ke sekolah dan bekerja,” imbuhnya.
Ketika Taliban mengambil alih kekuasaan pada Agustus 2021 dan berjanji untuk menegakkan hak-hak anak perempuan dan perempuan. Namun tindakannya sejak itu telah mengkhawatirkan masyarakat internasional, diantaranya larangan perempuan bekerja di kantor-kantor pemerintah dan pemisahan gender di universitas.
Selain itu, dalam kabinet baru pemerintahan Afghanistan semuanya adalah laki-laki, meskipun Taliban mengatakan perempuan bisa dimasukkan nanti.
Sekjend PBB, Antonio Guterres, awal bulan ini mengutuk janji-janji ‘yang dilanggar’ Taliban kepada perempuan dan anak perempuan Afghanistan dan mengimbau kelompok itu untuk memenuhi kewajiban mereka di bawah hukum hak asasi manusia dan kemanusiaan internasional.
“Janji-janji yang dilanggar menyebabkan mimpi buruk bagi perempuan dan anak perempuan Afghanistan,” kata Sekjen PBB itu. “Perempuan dan anak perempuan harus menjadi pusat perhatian.”
Penarikan kembali hak-hak perempuan oleh Taliban juga telah memicu kritik dari Qatar dan Pakistan, yang telah meminta masyarakat internasional untuk terlibat dengan Taliban.
Pada konferensi pers bulan lalu, Menteri Luar Negeri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani mengatakan sangat kecewa melihat beberapa langkah mundur yang diambil Taliban.
Al Thani mengatakan Qatar, yang menjadi tuan rumah kantor politik Taliban, harus digunakan sebagai model bagaimana masyarakat Muslim dapat dijalankan.
“Sistem kami adalah sistem Islam [tetapi] kami memiliki jumlah perempuan melebihi laki-laki dalam angkatan kerja, pemerintahan dan pendidikan tinggi,” imbuhnya.