Peran Sentral Perempuan Adat Dalam Pembangunan
Berita Baru, Jakarta – Perempuan adat memegang peran sentral dalam pembangunan dengan menjadi penyambung suara bagi warga desanya agar proses pembangunan selaras dengan kelestarian alam.
Menurut data baseline yang dirilis KEMITRAAN tahun 2022 mengungkapkan bahwa mereka masih menghadapi keterlibatan minim, dengan 53.91% dianggap kurang kapasitas dan 21.25% masih terjadi dominasi laki-laki dalam pengambilan keputusan.
Masyarakat adat, yang ketergantungannya tinggi pada sumber daya alam, menghadapi dampak ketidaksetaraan yang membuat perempuan rentan pada kekerasan gender. Perempuan adat, sebagai penjaga pengetahuan adat, harus menjalankan peran mereka dalam keberlangsungan hidup masyarakat desa.
KEMITRAAN bersama mitra lokal berusaha mengatasi ketidaksetaraan ini dengan melakukan pendataan dan dokumentasi pengetahuan adat. Melalui Paris Peace Forum 2023 di Prancis, KEMITRAAN berpartisipasi dalam membawa isu perempuan adat, khususnya dalam konteks pertanian, ke panggung internasional.
“Wewenang perempuan adat dalam merancang pekerjaan pertanian di Desa Toro, Sigi, Sulawesi Tengah, serta keterlibatan dalam penanganan konflik, menunjukkan bahwa mereka mampu berperan aktif dalam pembangunan,” ungkap Widya Anggraini, Project Manager KEMITRAAN dalam rilis resminya, Rabu (15/11/2023).
Di Desa Meurumba, Sumba Timur, pembangunan tidak lagi sebatas infrastruktur. Rambu Bombu, perempuan penghayat kepercayaan Marapu, menekankan pentingnya ruang dan peluang bagi perempuan di desa adat dalam forum diskusi dan pengambilan kebijakan. Perubahan nyata terlihat dalam dukungan bibit dan alat pertanian serta pengakomodasian kebutuhan seluruh warga.
Kedua cerita ini menjadi contoh nyata bahwa memberikan ruang setara bagi perempuan adat dapat meningkatkan rasa aman dan memaksimalkan peran mereka dalam pengelolaan sumber daya alam. Paris Peace Forum diharapkan membuka peluang lebih luas untuk mendukung perempuan adat dalam menghadapi tantangan krisis pangan dan perubahan iklim.