Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Peneliti PUSAD: Ujaran Kebencian dalam Pemilu Perlu Diwaspadai!
Peneliti Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Paramadina Husni Mubarok (tengah). (Foto: Tangkap Layar)

Peneliti PUSAD: Ujaran Kebencian dalam Pemilu Perlu Diwaspadai!



Berita Baru, Jakarta – Peneliti Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Paramadina Husni Mubarok pemerintah hingga akademisi harus berkolaborasi menangkal ujaran kebencian jelang Pemilu 2024. Menurutnya, upaya mencegah penyebaran ujaran kebencian harus dilakukan bersama.

“Ujaran kebencian perlu diwaspadai karena ada banyak sejarah bencana kemanusiaaan dan pelanggaran HAM yang terjadi akibat adanya ujaran kebencian yang di orkestrasi,” Husni Mubarok, dalam diskusi ‘Menangkal Ujaran Kebencian Dalam Pemilu 2024’ di Universitas Paramadina, Jakarta Selatan.

Kamis (2/3).

Husni menyebut beberapa contoh kasus yang pecah karena didasari ujaran kebencian. Diantaranya seperti kasus Konflik Etnis di Rwanda tahun 1994, kerusuhan di Tanjung Balai tahun 2016 akibat kebencian etnis, serta permainan politik identitas yang terkait dengan kontestasi Pilkada DKI 2017.

Menurutnya, ujaran kebencian yang muncul terjadi karena 2 (dua) faktor. Pertama, histori konflik dan kedua memori kekerasan yang pernah terjadi di suatu wilayah serta tidak adanya upaya mediasi dan kontra narasi yang kuat saat provokasi ujaran kebencian terjadi.

Terkait penanganan ujaran kebencian, bagi Husni dapat dilakukan dengan 3 pendekatan yaitu secara moralitas, sanksi administratif hingga pidana bagi pelaku ujaran kebencian berat seperti hasutan dan provokasi yang mengarah pada kekerasan dan pelanggaran HAM.

“Adanya penegakan hukum yang proporsional akan membuat para pelaku ujaran kebencian tidak lagi sewenang-wenang dalam melakukan hasutan dan provokasi,” terangnya.

Di sisi lain, Husni juga memandang problem penindakan ujaran kebencian di Indonesia masih mengalami kesulitan karena penanganannya seringkali berkaitan dengan kasus-kasus yang seharusnya tidak masuk ke ranah pidana. 

“Seperti pencemaran nama baik, perbuatan tidak menyenangkan serta penistaaan yang bisa memunculkan multi interpretasi,” ungkap Husni Mubarok

yang juga Dosen Universitas Paramadina tersebut.

“Oleh karenanya, penanganan ujaran kebencian tidak bisa serta merta diterapkan begitu saja oleh pemerintah karena peluang untuk terjadinya pemberangusan kebebasan ekspresi bisa saja terjadi,” pungkasnya.