Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Peneliti CIPS Sebut Indonesia Harus Serius dalam Upaya Sukseskan IE-CEPA
Menteri Perdagangan RI, Enggatiasto Lukita (keempat kiri) berbincang bersama Sekretaris Jenderal EFTA Henri Gtaz (kiri), Menteri Hubungan Luar Negeri, Hukum, dan Budaya Leichtenstein Aurelia Frick (kedua kiri), Kepala Departemen Hubungan Ekonomi Swiss Johann N. Schneider-Ammann (ketiga kiri), Sekretaris Negara/ Wakil Perdagangan Kerajaan Norwegia Daniel Bjarmann-Simonsen (kedua kanan) dan Duta Besar Islandia untuk Indonesia Hannes Heimisson (kanan) usai Penandatanganan dokumen kerja sama Indonesia – EFTA CEPA di kantor Kementerian Perdagangan

Peneliti CIPS Sebut Indonesia Harus Serius dalam Upaya Sukseskan IE-CEPA



Berita Baru, Jakarta – Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan menyebutkan Indonesia perlu serius pada upaya-upaya keberlanjutan dalam kegiatan ekonomi untuk mensukseskan kemitraan Indonesia-European Free Trade Association Comprehensive Economic Partnership Agreement (Indonesia-EFTA CEPA).

Menurut Pingkan, upaya tersebut meliputi metode budidaya tanaman dengan cara-cara yang ramah lingkungan dan juga pelaksanaan kegiatan ekonomi yang memperhatikan unsur keberlanjutan dan tidak eksploitatif. Hal ini penting untuk mendukung kelancaran komoditas Indonesia dalam memasuki dan bersaing di pasar Eropa.

Pingkan menjelaskan, lolosnya perjanjian dagang antara Indonesia dengan EFTA dalam kerangka CEPA pada referendum Swiss yang berlangsung tanggal 7 Maret 2021 waktu setempat merupakan berita baik bagi hubungan antara Indonesia dan Swiss, beserta negara-negara EFTA lainnya yaitu Liechtenstein, Norwegia dan Islandia. Pada referendum yang dilakukan tersebut, Indonesia-EFTA CEPA atau yang juga dikenal dengan istilah IE-CEPA lolos tipis hanya dengan 51,6% suara dari total 2,7 juta penduduk yang tercatat memberikan suaranya dalam referendum.

“Hal ini menandakan bahwa masih banyak warga Swiss yang khawatir dengan isu keberlanjutan di Indonesia terlepas dari suara mayoritas dalam referendum. Jika Indonesia ingin mengoptimalkan manfaat IE-CEPA dan meningkatkan ekspor ke pasar EFTA, maka Indonesia perlu terus menunjukkan peningkatan praktik keberlanjutannya terutama dalam implementasi dari perjanjian ekonomi ini,” kata Pingkan dalam siaran persnya, Senin (9/10).

Secara khusus, menurut Pingkan dalam perjanjian IE-CEPA terdapat klausul yang mengamanatkan pentingnya upaya para pihak yang terikat dalam perjanjian ini untuk menekankan informasi, pendidikan dan pelatihan tentang keberlanjutan di semua tingkatan guna berkontribusi pada pembangunan sosial yang berkelanjutan.

Bahkan, kata Pingkan di dalam Annex dari perjanjian tersebut juga tercantum komitmen mengenai Kerja Sama Terkait Perdagangan dan Kegiatan Peningkatan Kapasitas yang juga menyasar produk kelapa sawit sehingga memberi ruang bagi negara EFTA dan Indonesia melalui program Platform Komoditas Berkelanjutan Nasional untuk mengimplementasikan rencana aksi nasional di Indonesia untuk mengurangi deforestasi dan memastikan keanekaragaman hayati sejalan dengan kewajiban internasional Indonesia dan juga untuk berbagi praktik yang berhasil untuk direplikasi di sektor komoditas agro lainnya. Hal ini menjadi penting karena turut berkontribusi untuk memperkuat kualitas dan pemahaman tentang skema sertifikasi berkelanjutan.

“Isu keberlanjutan dalam pertanian, yang paling sering disorot adalah komoditas kelapa sawit dengan produk olahannya berupa minyak sawit, sudah lama disorot oleh negara-negara Eropa. Indonesia dinilai menjalankan praktik pertanian dan ekonomi yang tidak sustainable dan tidak memperhatikan kelangsungan lingkungan. Hal ini hendaknya menjadi masukan yang perlu diperhatikan dengan serius oleh pemerintah. Kalau kita semua memikirkan nasib para petani kelapa sawit dan mereka yang tergantung pada industri ini, masukan seperti ini sangat layak untuk dipertimbangkan untuk menjaga kelangsungan komoditas ini dan memperluas jangkauan pasarnya,” jelas Pingkan.

Selain itu, IE-CEPA diharapkan dapat membuka akses pasar, memperkuat transfer teknologi, pengetahuan, dan kapasitas, serta mendorong investasi bagi Indonesia. Melalui perjanjian ini Indonesia nantinya dapat menjual produk industrinya di pasar EFTA dan menikmati penurunan tarif yang saat ini direncanakan untuk produk pertanian tertentu, khususnya minyak sawit yang merupakan salah satu komoditas ekspor utama Indonesia. Lebih jauh dari itu, Indonesia juga didorong untuk terus meningkatkan standar dan praktik keberlanjutan yang tertuang dalam Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang menjadi perhatian bagi Swiss dan menjadi faktor utama diadakannya referendum yang baru saja terjadi. Jika Indonesia ingin mengoptimalkan manfaat IE-CEPA dan meningkatkan ekspor ke pasar EFTA, maka Indonesia perlu terus menunjukkan komitmennya dalam peningkatan praktik keberlanjutan dan perhatian pada aspek lingkungan.

 “Pemerintah juga perlu mengevaluasi berbagai kebijakan perdagangan yang selama ini diterapkan, melihat apakah kebijakan tersebut dapat mendukung berbagai kemitraan ekonomi yang Indonesia jalin dengan berbagai negara dan kawasan. Kemitraan yang disepakati tentu harus didukung oleh kebijakan yang sesuai, yang mengarah pada tercapainya tujuan dari kemitraan tersebut,” ungkap Pingkan.