Peneliti BRIN Ubah Limbah Agroindustri Menjadi Biosilika
Berita Baru, Jakarta – Indonesia setiap tahun menghasilkan lebih dari 10 juta ton sekam padi dan 2 juta ton abu boiler dari pengolahan kelapa sawit, kini memiliki solusi inovatif untuk mengolah limbah agroindustri ini menjadi produk bernilai tinggi: biosilika.
Peneliti dari Pusat Riset Agroindustri (PRA) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Hoerudin, mengungkapkan bahwa sekam padi dan abu boiler kelapa sawit mengandung silika (SiO2) dengan kadar yang signifikan, yaitu 15-20% dan 50-60%, masing-masing.
Hoerudin menjelaskan, “Dari 5 ton panen padi per hektare dan 20 ton panen tandan buah sawit per hektare, masing-masing sekitar 230 kg dan 154 kg silika ikut terangkut bersama hasil panen. Silika yang terangkut tersebut setara dengan dosis pupuk makro, yang diberikan.”
Saat ini, PRA telah berhasil mengembangkan produk biosilika dalam bentuk cair dan bubuk yang berbahan dasar sekam padi dan abu boiler kelapa sawit.
“Biosilika cair lebih efektif dalam pengaplikasiannya sebagai pupuk cair, karena lebih mudah diserap tanaman. Saat ini produk biosilika cair telah diujicobakan di 22 provinsi di Indonesia untuk tanaman padi, bawang merah, dan tebu,” ujar Hoerudin.
Menurut Hoerudin, biosilika menawarkan potensi aplikasi yang luas, termasuk sebagai pupuk, pestisida, dan dalam pembuatan tekstil fungsional serta material graf pengganti tulang di bidang kedokteran gigi.
“Upaya pengembangan biosilika ini menjadi alternatif ramah lingkungan dibandingkan produk silika dari bahan tambang, yang tidak terbarukan dan proses produksinya membutuhkan energi besar,” tambahnya.
Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN, Puji Lestari, menambahkan bahwa limbah agroindustri dari tanaman padi dan kelapa sawit harus dimanfaatkan untuk mengurangi potensi masalah lingkungan dan sosial akibat penumpukan limbah.
“BRIN melalui PRA telah mengembangkan riset biosilika dari berbagai limbah agroindustri dan menjalin kerja sama dengan industri untuk pengembangan produk agrokimia dan sol karet ramah lingkungan berbahan biosilika,” jelas Puji.
Penerapan biosilika ini juga diharapkan dapat mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor silika komersial, yang trennya meningkat dari USD 56,3 juta pada tahun 2017 menjadi USD 81,99 juta pada tahun 2021.