Penanganan COVID-19, Epidemiolog: Indonesia Hanya Berhasil 16%
Berita Baru, Jakarta — Epidemiolog menilai bahwa Indonesia belum benar-benar berhasil menangani COVID-19, mengingat indikator penanganan Indonesia masih 16%. Kata Dicky Budiman, seorang epidemiolog dari Universitas Griffith, persentase tersebut merujuk pada Intra-Action Review (IAR). Dia mengatakan Indonesia hanya baru memenuhi 12 indikator dari 72 indikator sebuah negara yang berhasil mengendalikan pandemi.
“Evaluasi dari Intra-Action Review terlihat bahwa Indonesia baru 16 persen melaksanakan apa yang direkomendasikan,” terang Dicky, dikutip dari CNNIndonesia.com, Jumat (6/11).
Lanjut Dicky, ada banyak banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan sebelum Indonesia bisa dikatakan berhasil menangani pandemi ini. Sehingga, kata dia, Indonesia masih dalam posisi sebagai negara yang berperang dan berjibaku mengendalikan pandemi.
“Sisanya yang 84 persen masih pekerjaan rumah yang besar dan harus dilakukan peningkatan yang optimal,” tuturnya.
Tambah Dicky, indikasi paling valid sebuah negara dikatakan berhasil menangani pandemi bisa dilihat dari tiga faktor. Tiga faktor tersebit, terang Dicky adalah penilaian universal untuk menilai keberhasilan penanganan pandemi.
Pertama, kata Dicky, tidak ada angka kematian lebih dari dua minggu.
Selanjutnya adalah test positivity rate-nya bukan hanya di bawah 5 persen, tetapu di bawah 3 persen. Umumnya, terang Dicky, di bawah 1 persen dari positivity rate.
“Ketiga, adalah angka kasus harian umumnya satu digit, bisa nol atau satu digit, bukan ribuan atau ratusan. Dan itu pun diselang seling dengan nol kasus.”
“Jadi bukan sesuatu yang terus menetap. Hal itu merupakan ciri atau tanda negara yang berhasil,” ujar dia.
Di akhir, Dicky menyampaikan baru sebagian kecil negara yang terbilang sukses mengendalikan COVID-19. Negara yang bisa dianggap berhasil, misalnya China, Korea Selatan, Jepang, Taiwan, Vietnam, Singapura, Australia, Selandia Baru, Kanada, dan Jerman.
Indikator keberhasilan tersebut, menurut dia berdasar penilaian dari tiga indikator universal penanganan pandemi tadi. Tetapi, negara-negara itu, kata Dicky belum melakukan Intra-Action Review.