Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Pemerintah Target Kemiskinan Ekstrim Indonesia 0% di Tahun 2024

Pemerintah Target Kemiskinan Ekstrim Indonesia 0% di Tahun 2024



Berita Baru, Jakarta – Wakil Presiden Republik Indonesia (Wapres RI), Ma’ruf Amin menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen fokus bekerja mengentaskan kemiskinan secara menyeluruh, baik di wilayah pedesaan, perkotaan dan pesisir, hingga 0% pada pada akhir masa jabatannya,  tahun 2024.

“Target ini 6 Tahun lebih cepat dibandingkan komitmen global, pada tujuan pembangunan berkelanjutan untuk menghapus kemiskinan ekstrim, tahun 2030,” kata Wapres Ma’ruf, Rabu (9/11). 

Hal ini disampaikan saat memberikan sambutan secara virtual dalam seminar nasional bertajuk ‘Gerakan Masyarakat Miskin Kota dan Nelayan Tradisional dalam Memperkuat Akuntabilitas Layanan Publik sebagai Upaya Pengurangan Kemiskinan Ekstrem’.

Seminar ini diselenggarakan oleh koalisi masyarakat sipil, yaitu terdiri dari SPRI (Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia), KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia), IBP (International Budget Partnership) Indonesia, Perkumpulan Inisiatif, Seknas FITRA, dan KOTA KITA.

Wapres juga memperinci bahwa angka kemiskinan di wilayah pedesaan saat ini 12,29 %, kemiskinan di wilayah perkotaan 7,5 % dan kemiskinan di wilayah pesisir relatif paling besar yaitu 12,50 %.

“Dalam upaya akselerasi penghapusan kemiskinan ekstrim, pemerintah telah menetapkan tiga (3) strategi utama, yaitu pengurangan beban pengeluaran, peningkatan pendapatan dan yang ketiganya penurunan jumlah wilayah kantong-kantong kemiskinan,” terang wapres.

Dalam kesempatan itu, ia juga menyampaikan pemerintah melaksanakan kebijakan afirmatif dari sisi anggaran, perbaikan data dan pensasaran serta penguatan pelaksanaan melalui konvergensi agar target eliminasi kemiskinan ekstern tahun 2024 bisa tercapai.

Selaras dengan Dani Setiawan, selaku Ketua Umum KNTI yang memaparkan bahwa besarnya angka kemiskinan di wilayah pesisir disebabkan karena pendapatan nelayan tradisional yang rendah. Rendahnya pendapatan nelayan dikarenakan kesulitan dalam mendapatkan BBM bersubsidi. 

Berdasarkan data survey yang KNTI lakukan, 48,45 % nelayan tidak mengetahui bahwa mereka memiliki hak untuk mendapatkan BBM Bersubsidi, dan 82,08 % nelayan tidak memiliki akses untuk mendapatkan BBM bersubsidi. 

“Sebelum harga BBM Bersubsidi yaitu Solar dinaikan dari Rp. 5.150 menjadi Rp. 6.800, nelayan tradisional di daerah terutama yang berada di pulau-pulau kecil itu sudah membeli solar dengan harga sekitar Rp. 7.000 an,” ujar Dani.

Lebih lanjut disebutkan Dani, kesulitan akses nelayan untuk mendapatkan BBM bersubsidi dengan harga normal ini yang dirasa perlu menjadi perhatian pemerintah untuk mengurangi kemiskinan di wilayah pesisir.  

“Belum banyak perubahan dalam memudahkan akses bagi nelayan untuk mendapatkan BBM bersubsidi, karena jika masalah ini terselesaikan, jika nelayan tradisional di daerah terpencil mendapatkan BBM subsidi dengan harga normal maka saya yakin dalam waktu satu tahun angka kemiskinan ekstrim di wilayah pesisir akan menjadi 0 persen,” pungkas Dani