Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Pemerintah Obral Investasi Ekstraktif, Ratusan Proyek Dibangun di Daerah Risiko Bencana
Foto: Ilustrasi/agincourtresources

Pemerintah Obral Investasi Ekstraktif, Ratusan Proyek Dibangun di Daerah Risiko Bencana



Berita Baru, Jakarta – Gerakan Bersihkan Indonesia bersama JATAM dan Trend Asia meluncurkan laporan Bencana yang Diundang dalam rangka memperingati Hari Kesiapsiagaan Bencana. Dalam laporannya, ditemukan ratusan proyek industri ekstraktif atau tambang dibangun di daerah risiko bencana gempa, tsunami, longsor, dan banjir.

Secara rinci isi laporan disebutkan bahwa di seluruh Indonesia, ada 131 izin konsesi pertambangan yang berada di wilayah berisiko tinggi bencana gempa bumi, 2.104 konsesi pertambangan berada di wilayah berisiko tinggi bencana banjir, 744 konsesi pertambangan berada di wilayah berisiko tinggi bencana tanah longsor.

Selain itu, ada 57 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan kapasitas 8.887 MW dalam status beroperasi dan 31 PLTU lain dengan total kapasitas 6.950 MW dalam status ragam tahap pembangunan berada di wilayah berisiko tinggi bencana gempa bumi. Belum termasuk PLTU yang berada di daerah risiko banjir dan tanah longsor.

“Dalam kajian ini, kami juga mengulas adanya konflik kepentingan oligarki industri ekstraktif yang saat ini berada di lingkar pemerintahan. Mereka yang berkuasa inilah, yang dapat membuat dan mendorong berbagai kebijakan berbasis proyek pro-industri ekstraktif yang memperparah risiko bencana,” ungkap Ahmad Ashov Birry, Direktur Program Trend Asia.

Direktur Program Trend Asia mengatakan bahwa kajiannya juga mengulas adanya konflik kepentingan oligarki industri ekstraktif yang saat ini berada di lingkar pemerintahan. “Mereka yang berkuasa inilah, yang dapat membuat dan mendorong berbagai kebijakan berbasis proyek pro-industri ekstraktif yang memperparah risiko bencana,” ungkap Ahmad Ashov Birry dalam siaran persnya, Selasa, (27/4).

Sementara Koordinator JATAM Nasional mengungkap temuan kunci lain, yakni adanya peningkatan tingkat kerentanan bencana di Indonesia karena infrastruktur ekologis yang ada sudah dirusak oleh eksploitasi industri ekstraktif. “Padahal, infrastruktur ekologis ini secara alamiah berfungsi untuk menghadapi ancaman bahaya bencana,” terang Merah Johansyah.

Merah mencontohkan, seperti fungsi ekologis Gunung Tumpang Pitu dan Salakan di pesisir Banyuwangi Selatan sebagai benteng alami yang gua-guanya menjadi ruang evakuasi warga saat tsunami tahun 1994 terjadi. “Namun, kini kedua gunung ini rusak dan terancam oleh operasi pertambangan emas PT Bumi Suksesindo dan PT Damai Suksesindo,” ujarnya.

Menurut Merah, obral investasi ekstraktif yang lakukan pemerintah di wilayah risiko bencana mengancam keselamatan warga. Sementara partisipasi warga dalam proses pembangunan di tutup, tidak ada hak untuk menolak dan veto. (MKR)