Pembunuhan Brigadir J Libatkan Petinggi Polri, Gemar Indonesia Dorong Reformasi Institusi
Berita Baru, Jakarta – Kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) oleh Kepala Divisi Propam Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo cukup menyita banyak perhatian publik.
Berdasar jumpa pers polri (19/8), skenario kasus pembunuhan sadis yang dikarang Ferdi Sambo ini, telah melibatkan, setidaknya 83 orang anggota polri. Jumlah polisi yang diperiksa bertambah 20 orang, dari sebelumnya 63 orang.
Dari 83 polisi, 35 diantaranya direkomendasikan dikurung di tempat khusus. Secara rinci, sebelumnya sudah 18 polisi yang telah ditempatkan di tempat khusus. Namun jumlah itu berkurang menjadi 15 orang, setelah tiga lainnya ditetapkan sebagai tersangka.
Ketiganya yaitu Ferdy Sambo (FS), Bharada Richard Eliezer (Bharada E), dan Bripka Ricky Rizal (Bripka RR). Terhadap ketiganya kini telah ditahan. Dengan rincian, FS dikenakan Pasal 340 subsider Pasal 338 jo Pasal 55, Pasal 56 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun penjara.
Sedangkan Bharada E dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan Juncto 55 dan 56 KUHP. Kemudian Brigadir RR dikenakan dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.
Selain itu, dari 15 orang yang ditempatkan khusus, enam diantaranya diduga melakukan tindak pidana, bukan hanya sekedar melanggar kode etik. Keenam oknum tersebut dianggap menghalangi penyidikan dalam kasus kematian Brigadir J.
Dilihat dari pasal-pasal serta pidana yang dijatuhkan, Yohanes Masudede, selaku Founder Gemar Indonesia menilai Melihat kasus pembunuhan berencana Brigadi J ini sangat keji yang terjadi di lingkungan Polri.
“Di lihat dari pasal-pasal serta ancaman pidananya maka kasus pembunuhan ini merupakan kasus pembunuhan yang sangat keji yang terjadi di lingkungan Polri. Dimana kita tahu bersama bahwa institusi Polri merupakan lembaga penegak hukum yang harusnya menjadi cerminan bagi rakyat pencari keadilan bukan malah membuat masalah dalam dunia penegakan hukum,” kata Yohanes Masudede yang juga menjabat sebagai Sekretaris Bidang Organisasi Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI), kepada Beritabaru.co, Sabtu (20/8).
Dilihat dengan proses pengungkapan fakta-fakta pembunuhan yang begitu lama, menurutnya, dalam kasus ini juga cukup jelas ada upaya untuk menghalang-halangi proses penyidikan awal kasus oleh beberapa oknum penyidik Polri yang sudah bersekongkol dengan FS.
Ia pun membandingkan bahwa kasus pembunuhan Brigadir J ini seperti film The Godfather dimana pembunuhan sesama anggota polisi sudah diatur oleh para petinggi polisi yang mafia.
“Bukan hanya dalam sebuah film mafia ternyata kasus ini bagi sebagian orang mungkin aneh tapi beginilah kenyataannya yang terjadi di institusi penegak hukum kita. Maka sempat ramai juga isu soal bagusnya Polri ditempatkan di bawa Kejaksaan RI atau Kementerian Hukum dan Ham biar dapat diawasi kelembagaan ini secara langsung, pertanda tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum Polri mulai berkurang,” ujarnya.
Oleh karena itu, Yohanes Masudede mendorong perlunya melakukan reformasi/pembenahan terhadap kelembagaan Polri secara besar-besar agar dukungan dan kepercayaan masyarakat dapat kembali pulih kepada Polri sebagai lembaga yang bersih dan transparan serta mengayomi masyarakat pencari keadilan.
“Walaupun tak mudah dan membutuhkan waktu untuk melakukan reformasi institusi Polri tapi juga tak sulit untuk mencari Polisi yang tegas, berani, cerdas dan dekat dengan kelompok masyarakat serta mahasiswa,” ujarnya.
Karena mafia anggota Polri seperti FS dan kawan-kawan yang sudah menjamur di tubuh Polri hanya dapat dibersihkan oleh anggota keluarga dari luar rumah besar yang saat ini masih menjabat sebagai kepolisian daerah yang penuh kejujuran, berintegritas serta profesionalitas dalam menjalankan tugas-tugas kelembagaan Polri yang diembankan kepadanya,” pungkas Yohanes Masudede secara tegas.