Pembotakan Tiga Tersangka Tragedi Susur Sungai Sempur, Komnasdik Gresik: Kurang Manusiawi
Berita Baru, Gresik – Komisi Nasional Pendidikan (Komnasdik) Kabupaten Gresik menyayangkan atas perlakuan pihak Kepolisian DI Yogyakarta terhadap tiga orang tersangka tragedi susur sungai yang menewaskan 10 orang siswa SMPN 1 Turi di Sungai Sempor, Sleman, Pada Jum’at sore 21 Februari 2020 lalu. Komnasdik Gresik menilai kurang manusiawi dengan bentuk pembotakan kepada tiga orang tersangka yang tidak lain adalah guru di sekolah tersebut.
Hal ini diungkapkan oleh Wakil Ketua Komnasdik Kabupaten Gresik, Syamsul Anam. Dirinya mengatakan bahwa kegiatan Pramuka di Sekolah adalah hal yang lumrah bahkan dianjurkan, karena itu ada di Kurikulum 2013. Adapun kejadian di SMPN 1 TURI adalah suatu peristiwa diluar kemampuan manusia untuk memprediksi karena itu sebuah musibah yang tidak bisa ditolak siapapun.
“Oke kalau itu sebuah kelalaian silahkan diproses. Tapi yang manusiawi dan diproses sesuai aturan di Kepolisian. Guru jangan diperlakukan sangat tidak manusiawi, mereka tidak seperti penjahat kelas kakap atau seperti koruptor,” ujarnya kepada Beritabaru.co, Rabu (26/2).
Atas penjelasan tersebut, Komnasdik Gresik bersikap;
- Turut bela sungkawa atas meninggalnya 10 siswa siswi SMPN 1 TURI
- Memprotes keras tindakan polisi terhadap pembina Pramuka dan Guru di SMPN 1 Turi
- Kembalikan martabat guru pada tempat yang mulia
- Kalau diproses hukum karena kelalaiannya harap diproses dengan cara yang manusiawi
Diketahui, ketiga orang tersangka itu seluruhnya adalah pembina Pramuka SMPN 1 Turi yang saat kejadian justru malah tak ikut terjun ke sungai mendampingi 249 siswa. Ketiganya adalah Isvan Yoppy Andrian, 36 tahun alias IYA yang juga guru olahraga SMPN 1 Turi, Ketua Gugus Depan SMPN 1 Turi Riyanto (57) alias R yang juga guru sastra ilmu budaya dan Pembina Pramuka Danang Dewo Subroto (58) alias DDS yang berasal dari unsur swasta.
Selanjutnya, Para tersangka tragedi sungai Sempor itu dijerat pasal 359 dan 360 atas dugaan kelalaian yang mengakibatkan korban luka dan jiwa. Ancamannya maksimal lima tahun penjara.