PBB: Korut ‘Mungkin’ Kembangkan Perangkat Nuklir Miniatur untuk Rudal Balistik
Berita Baru, Internasional – Pada hari Senin (3/8), Komite Sanksi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Korea Utara (Korut) mengeluarkan laporan rahasia yang mengklaim bahwa Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK) melanggar sanksi dan kemungkinan mengembangkan miniatur perangkat nuklir yang terpasang untuk hulu ledak rudal balistik, menurut Reuters.
Komite independen yang memantau sanksi-sanksi itu beranggotakan 15 negara, namun Reuters mengatakan tidak bisa mengidentifikasi 15 negara itu.
Laporan itu juga mengatakan Korut mengembangkan program nuklir dan produksi uranium yang diperkaya.
“Republik Rakyat Demokratik Korea sedang melanjutkan program nuklirnya, termasuk produksi uranium yang semakin diperkaya dan pembangunan reaktor air ringan eksperimental. Sebuah Negara Anggota menilai bahwa Republik Rakyat Demokratik Korea sedang melanjutkan produksi senjata nuklir,” menurut laporan rahasia itu.
Laporan sementara juga merinci bahwa beberapa negara percaya Pyongyang mungkin mengembangkan perangkat nuklir miniatur agar sesuai dengan hulu ledak rudal balistiknya.
Lebih lanjut, dokumen itu dilaporkan mengungkapkan bahwa banyak negara yang tidak disebutkan namanya di PBB percaya bahwa enam uji coba nuklir Korut telah dikaitkan dengan upaya untuk mengembangkan miniatur perangkat nuklir itu.
Misi Korea Utara untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York tidak segera menanggapi permintaan komentar terkait laporan rahasia itu.
Sejak tahun 2016, Korut telah dikenai sanksi AS atas program nuklir dan rudal balistiknya. Sementara Dewan Keamanan terus memperkuat sanksi dalam upaya untuk memotong dana untuk program-program tersebut.
Pemimpin Korut Kim Jong Un dan Presiden AS Donald Trump telah bertemu tiga kali sejak 2018, tetapi pertemuan itu dianggap gagal untuk membuat kemajuan terkait seruan AS agar Pyongyang menyerahkan senjata nuklirnya dan tuntutan Korut untuk mengakhiri sanksi.
Pada Mei 2018, Korut menepati janji dengan meledakkan terowongan di lokasi uji coba nuklir utamanya, Punggye-ri. Menurut Pyongyang, tindakan itu adalah bukti komitmennya untuk mengakhiri pengujian nuklir. Namun Korut mereka tidak mengizinkan para ahli untuk menyaksikan pembongkaran situs.
Laporan AS mengatakan bahwa karena hanya pintu masuk terowongan yang diketahui telah dihancurkan dan tidak ada indikasi pembongkaran yang komprehensif, satu negara telah menilai bahwa dalam waktu tiga bulan Korut dapat membangun kembali dan menginstal ulang infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung uji coba nuklir.
Mengutip Sputnik, minggu lalu, Kim Jong Un menegaskan bahwa senjata nuklir berfungsi sebagai pencegah yang ‘dapat diandalkan, efektif’ terhadap ‘tekanan intensitas tinggi dan ancaman militer dan pemerasan oleh kaum reaksioner imperialistik dan pasukan musuh.’
Namun, laporan PBB merinci bahwa Korut tidak berhenti pada pengembangan nuklir dan terus melanggar sanksi ‘melalui ekspor batubara maritim ilegal, meskipun Korut menghentikan sementara ini antara akhir Januari dan awal Maret 2020.’
Para pakar PBB kemudian menuduh Pyongyang atas serangan siber yang terus menerus dan inisiatif kriminal online.
“Panel terus menilai bahwa penyedia layanan aset virtual akan terus tetap menjadi target yang menguntungkan bagi Republik Rakyat Demokratik Korea untuk menghasilkan pendapatan, serta menambang cryptocurrency,” tulis laporan itu.
Laporan para ahli muncul beberapa minggu setelah Jepang merilis buku putih pertahanan tahunannya, yang tidak hanya menyatakan bahwa Beijing adalah ancaman berkelanjutan bagi negara kepulauan itu, tetapi juga bahwa Pyongyang merupakan ‘ancaman besar dan segera bagi keamanan Jepang.’
Buku putih itu merinci bahwa Korut telah membuat langkah maju dalam teknologi rudal balistiknya dengan ‘kecepatan yang sangat cepat’ dan dapat menggunakan rudal balistik lintasan rendah untuk mengirimkan senjata nuklir ke Jepang.