PB PMII Minta Polri dan OJK Tindak Tegas Oknum DC dan Perusahaan Kendaraan
Berita Baru, Jakarta – Sejumlah kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menggelar Masa Penerimaan Anggota Baru (Mapaba) pada Jumat 24 September kemarin. Namun, kegiatan yang digelar di wilayah Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat itu diwarnai aksi premanisme.
Pasalnya, salah seorang anggota PMII Komisariat Nahdlatul Ulama NTB, diancam menggunakan senjata oleh oknum debt collector.
Wasekjend PB PMII, Joni Satriawan menilai bahwa insiden tersebut adalah tindakan kriminal. Oleh karenanya, Polri harus bertindak tegas. Tangkap dan beri sanksi tegas kepada oknum debt collector tersebut.
“Kami sangat menyayangkan kejadian ini. Terlebih kejadiannya saat sahabat2 mempersiapkan pembukaan Mapaba yang merupakan kaderisasi formal di PMII. Polisi harus sigap, gerak cepat untuk menangkap dan beri sanksi setegas-tegasnya kepada pelaku,” katanya di Jakarta, Sabtu 25 September 2021.
Pria asal NTB ini menjelaskan bahwa penarikan kendaraan dengan kredit bermasalah tidak bisa sembarangan. Baik konsumen maupun perusahaan pembiayaan sudah dilindungi lewat Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Ada empat tahap yang harus dilakukan debt collector, apabila ada tindakan dari debitur.
Pertama, perusahaan pembiayaan (leasing) harus mengeluarkan surat kuasa kepada debt collector yang ditunjuk. Kedua, perusahaan pembiayaan harus memiliki jaminan fidusia. Ketiga, ada Surat Peringatan (SP) baik SP 1, SP 2, dan keempat adalah tanda pengenal debt collector, dan Sertifikat Profesi Pembiayaan Indonesia (SPPI).
“Menunjukkan pengenal dan sertifikatnya. Bukan malah menunjukkan senjata,” kesalnya.
Dia juga menyebutkan, debt collector yang menarik kendaraan secara paksa dari pemilik yang sah adalah perbuatan pidana. Penagih utang itu dapat disangkakan melakukan perbuatan tidak menyenangkan. Hal itu diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 335 ayat 1 dengan pasal berlapis Pencurian dengan Kekerasan (Pasal 365 jo Pasal 53 KUHP).
Selain meminta Polri untuk bertindak tegas, Joni juga minta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak diam. OJK harus memberikan sanksi kepada perusahaan kendaraan