Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Paus Fransiskus berpidato di hadapan para diplomat dari lebih dari 180 negara, di Vatikan, 10 Januari 2022. Foto: Reuters.
Paus Fransiskus berpidato di hadapan para diplomat dari lebih dari 180 negara, di Vatikan, 10 Januari 2022. Foto: Reuters.

Paus Fransiskus Memperingatkan Bahaya Cancel Culture, Apa Itu?



Berita Baru, VatikanPaus Fransiskus memperingatkan bahaya cancel culture atau budaya pengenyahan dalam sebuah pidato di hadapan para diplomat lebih dari 180 negara di Vatikan pada Senin (10/1).

Dalam pidato tersebut, Paus Fransiskus memperingatkan adanya “suatu bentuk kolonisasi ideologis, yang tidak meninggalkan ruang untuk kebebasan berekspresi dan sekarang mengambil bentuk ‘cancel culture’ yang menyerang banyak kalangan dan lembaga publik”.

Selama berpidato, Paus Fransiskus menggunakan bahasa Italia, namun dalam menyebutkan ‘cancel culture’ ia tetap menggunakan bahasa Inggris.

Frasa cancel culture sendiri merupakan salah satu frasa yang kontroversial di negara-negara berbahasa Inggris, seperti Amerika Serikat dan Inggris lantaran artinya yang mengesankan pelecehan.

Cancel culture atau budaya pengenyahan adalah salah satu bentuk gagasan untuk ‘mengenyahkan’ atau ‘men-cancel’ seseorang dengan arti memboikot atau menghilangkan pengaruh orang tersebut (biasanya public figure) baik di media sosial maupun di media masa.

Cancel culture lahir sebagai bentuk demokrasi media sosial yang semakin kritis pada isu-isu sosial. Di satu sisi, cancel culture dapat berfungsi sebagai alat keadilan sosial, namun di sisi lain, cancel culture bisa menjadi senjata intimidasi massal.

Paus Fransiskus mengatakan cancel culture tersebut berisiko membatalkan identitas “dengan kedok membela keragaman”, menambahkan bahwa semacam “One-way thinking” atau ‘pemikiran satu arah’ sedang dibentuk untuk menyangkal sejarah atau, lebih buruk lagi, untuk menulis ulang sejarah tersebut dalam konteks kategori masa kini.

Menurut laporan Reuters, di Amerika Serikat, telah terjadi konflik atas pemindahan atau pemenggalan kepala patung-patung tokoh sejarah seperti Christopher Columbus dan St. Junipero Serra.

Selain penghapusan patung, beberapa juga menuntut perubahan nama institusi seperti sekolah dan rumah sakit yang dinamai menurut nama tokoh sejarah, dengan mengatakan mereka berperan dalam penghancuran budaya asli Amerika.

Sementara paus tidak menyebutkan contoh ‘cancel culture’ yang dimaksud secara spesifik, hanya mengatakan situasi sejarah apa pun harus ditafsirkan dalam konteks zamannya dan bukan dengan standar saat ini.