PATTIRO: Efisiensi Belanja Negara Perlu Dibarengi Transparansi dan Akuntabilitas
Berita Baru, Jakarta – Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) menyambut baik penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 terkait Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD tahun 2025.
Kebijakan ini dinilai sebagai langkah strategis untuk meningkatkan efektivitas penggunaan anggaran negara dan memastikan pengalokasian dana yang lebih tepat sasaran. Namun, PATTIRO juga menekankan pentingnya memperkuat transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan publik.
Inpres No. 1 Tahun 2025 menetapkan efisiensi belanja negara sebesar Rp306 triliun, yang terdiri dari penghematan anggaran Kementerian/Lembaga sebesar Rp256 triliun dan dana Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp50,5 triliun. Penghematan anggaran tersebut difokuskan pada pengurangan belanja di 16 pos anggaran, termasuk pengurangan 90% untuk alat tulis kantor, 73,3% pada sewa gedung, 56,9% pada kegiatan seremonial, serta 53,9% untuk perjalanan dinas. Pemerintah Daerah juga diharuskan melakukan efisiensi anggaran dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Otonomi Khusus, Dana Keistimewaan, dan Dana Desa.
Program Manager PATTIRO, Ramlan Nugraha, mengapresiasi langkah pemerintah ini. “Kami mendukung upaya pemerintah dalam mengoptimalkan belanja negara, namun hal ini harus dibarengi dengan mekanisme pemantauan yang kuat untuk memastikan pelaksanaan yang efektif baik di tingkat pusat maupun daerah,” ujar Ramlan.
Menurut Ramlan, realokasi hasil efisiensi anggaran perlu diawasi dengan ketat, mengingat situasi fiskal yang sedang dihadapi pemerintah cukup menantang. Dengan total APBN 2025 yang mencapai Rp3.621,3 triliun, pemerintah harus menghadapi kewajiban pembayaran utang sebesar Rp1.353,2 triliun. Di sisi lain, target penerimaan pajak sebesar Rp2.490,9 triliun dihadapkan pada tantangan serius, terutama setelah realisasi penerimaan pajak pada 2024 tidak mencapai target.
PATTIRO menegaskan bahwa kebijakan ini dapat menjadi momentum positif jika pemerintah berhasil memastikan penggunaan realokasi anggaran diarahkan pada program prioritas yang berdampak langsung kepada masyarakat. “Jumlah efisiensi Rp306 triliun ini harus diarahkan pada sektor-sektor strategis seperti pendidikan dan kesehatan, terutama untuk kelompok miskin dan rentan,” jelas Ramlan.
Ramlan juga menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam proses pengawasan. “Pengawasan publik perlu diperkuat agar efisiensi anggaran ini tidak berdampak negatif terhadap layanan publik. Di tingkat daerah, pemerintah juga harus membuka ruang partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan atas realokasi anggaran, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2017,” tambahnya.
Terakhir, PATTIRO berharap kebijakan efisiensi anggaran ini dapat menjadi katalisator untuk mempercepat transformasi pelayanan publik yang lebih inovatif dan responsif terhadap perubahan. Aparatur pemerintah diharapkan lebih agile, kolaboratif, serta memanfaatkan teknologi digital dalam memberikan layanan kepada masyarakat.