Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Pasien Pertama Covid-19 di Garut Kembali Positif
Ilustrasi tes Covid-19 (Foto:Detik)

Pasien Pertama Covid-19 di Garut Kembali Positif



Berita Baru, Garut –  Gugus Tugas Penanganan Virus Corona Kabupaten Garut Jawa Barat melaporkan pasien positif Covid-19 pertama (KC-1) yang sempat dinyatakan negatif ternyata kembali dinyatakan positif.

Wakil Bupati Garut Helmi Budiman mengatajan KC-1 dinyatakan negatif Covid-19 setelah 14 hari menjalani isolasi. Namun, ketika tes swab kedua beberapa hari kemudian, KC-1 kembali dinyatakan positif.

“Dites yang kedua itu, hasilnya positif lagi. Padahal tes swab sebelumnya dinyatakan negatif,” ujar Helmi seperti dikutip dari Detik.com.

Menurut data Detik Health, terdapat beberapa kemungkinan pasien mendapatkan hasil positif pada tes keduanya. Kemungkinan pertama, tes yang dilakukan sebelumnya hasilnya kurang akurat, baik false positive maupun false negative.

Sementara, kemungkinan lain adalah reinfeksi, yakni kembali terinfeksi setelah sebelumnya dinyatakan sembuh.

Saat ini, pasien akan dinyatakan sembuh jika sudah mendapatkan hasil negatif dalam 2 kali pemeriksaan.

Jika hasil kedua dinyatakan kembali positif, maka berarti imunitas atau kekebalan tidak terbentuk.

Selain itu, juga terdapat kemungkinan reinfeksi. Hal ini terjadi ketika virus belum benar-benar hilang dari tubuh pasien. Namun, tidak terdeteksi dalam tes terakhir sehingga didapat hasil negatif. Pada kondisi tertentu, virus yang tersisa mengalami reaktivasi.

Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (LBME), Prof Amin Soebandrio menjelaskan reaktivasi virus corona memang bisa saja terjadi, tetapi cukup sulit bila harus dinyatakan dalam hitungan peluang kemungkinannya.

“Sulit dinyatakan persentasenya, karena tes apa pun termasuk tes PCR (Polymerase Chain Reaction) itu ada batas deteksinya, kata Prof Amin beberapa waktu lalu.

“Misalnya dia bisa mendeteksi sepuluh virus per mililiter nah kalau virusnya ada di bawah itu dan sedikit sekali itu bisa tidak terdeteksi, tapi bukan berarti hilang sama sekali,” imbuhnya.

Prof Amin mengelaskan kalau lingkungan memungkinkan membuat virus yang sedikit itu menjadi berkembang, bisa terjadi reaktivasi.

“Jadi tergantung keseimbangan antara si virus dengan sistem kekebalan tubuh si orangnya,” pungkasnya.